Oleh: Dedi Toban Wolu
Prodi Pendidikan Fisika
Universitas Katolik Indonesia
Dalam UU No. 36 tahun 2009 Bab 1 Pasal 1 disebutkan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Menurut Daradjat, kesehatan mental adalah terhindarnya orang dari gejala-gejala gangguan jiwa dan dari gejala-gejala penyakit jiwa. Jadi, kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gejala-gejala gangguan dan penyakit jiwa, dapat menyesuaikan diri, dapat memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin dan membawa kepada kebahagiaan bersama serta tercapainya keharmonisan jiwa dalam hidup. Jadi orang yang dikatakan sehat mentalnya ialah orang yang dalam rohaninya atau dalam hatinya, selalu merasa tenang, aman, dan tentram.
Berdasarkan apa yang disampaikan pada Undang-Undang Negara Republic Indonesia No.20 Tahun 2003 menjelaskan, bahwa perkembangan Pendidikan Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Namun, berdasarkan faktanya, apakah semua itu sudah terwujud?. Nyatanya Pendidikan di negara ini masih begitu-begitu saja masih sangat jauh tertinggal jika dibandingkan dengan Pendidikan di luar negeri, padahal ada begitu banyak sekali langkah-langkah atau strategi yang sudah ditempuh oleh mentri Pendidikan mulai dari perubahan kurikulum hingga kebijakan-kebijakan lain, hal ini adalah upaya yang di lakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas atau potensi akademik peserta didik di negara tercinta kita ini. Dilihat dari berbagai peristiwa atau kejadian yang dialami oleh Lembaga pendidikan ada begitu banyak masalah akademik yang di hadapi oleh peserta didik.
Masalah yang kerap sekalih sering kita temui pada peserta didik yaitu permasalahan mental di dalam kelas di mana masih begitu banyak peserta didik yang memiliki mentak yang belum baik, permasalahan mental yang dimaksudkan di sini yaitu gugup, gementar, sulit menyampaikan gagasan di depan kelas, dan bahkan sampai tidak bisa berbicara sama sekalih Ketika ditunjuk ke depan kelas. Permasalahan ini juga yang memacu peserta didik sehinggah potensi yang dimilikinya jadi tidak berkembang.
Kegiatan belajar mengajar sebagai landasan pembentukan mental
Saat ini semakin banyak strategi pembelajaran yang dapat diterapkan dalam proses kegiatan belajar mengajar (KBM). Dikalangan peserta didik, pendidikan pada hakekatnya merupakan proses pengakumulasian pengetahuan dan ketrampilan yang kelak bermanfaat dalam kehidupannya. Para siswa juga cenderung memasuki kerangka kegiatan belajar yang berpusat pada mata pelajaran ataupun bidang studi. Untuk mewujudkan pendidikan nasional salah satu yang perlu dikembangkan adalah sikap mental dalam menghadapi tantangan zaman yang selalu berubah dari waktu ke waktu.
Kesehatan mental di kelas merupakan suasana atau kondisi yang mempengaruhi kesehatan mental siswa di sekolah. Berdasarkan pengertian dan ciri-ciri kesehatan mental yang dikemukakan oleh Maslow dan Mittelman (dalam Kartini Kartono, 2009: 6) dan organisasi kesehatan dunia (WHO), (dalam Yahya Jaya, 2004: 141), maka kesehatan mental yang dimaksud adalah kesehatan mental di kelas yang merupakan kondisi kelas yang meliputi bebas dalam berekspresi, penerimaan yang baik, penghargaan diri, dan rasa terlindungi di kelas.Untuk mendalami hal-hal tersebut, ditelusuri berbagai fenomena yang terjadi terkait masalah kesehatan mental dan motivasi belajar.
Pada usia remaja (15-24 tahun) memiliki persentase depresi sebesar 6,2%. Depresi berat akan mengalami kecenderungan untuk menyakiti diri sendiri (self harm) hingga bunuh diri. Sebesar 80 – 90% kasus bunuh diri merupakan akibat dari depresi dan kecemasan. Kasus bunuh diri di Indonesia bisa mencapai 10.000 atau setara dengan setiap satu jam terdapat kasus bunuh diri. Menurut ahli suciodologist 4.2% siswa di Indonesia pernah berpikir bunuh diri.
Pada kalangan mahasiswa sebesar 6,9% mempunyai niatan untuk bunuh diri sedangkan 3% lain pernah melakukan percobaan bunuh diri. Depresi pada remaja bisa diakibatkan oleh beberapa hal seperti tekanan dalam bidang akademik, perundungan(bullying), faktor keluarga, dan permasalahan ekonomi, selain itu masalah ini juga berpengaruh terhadap pengembangan diri sebagai peserta didik di mana peserta didik masih sangat banyak yang memiliki mental yang buruk di dalam kelas atau lingkungan sekolah.
Permasalahan ini juga yang seringkali terjadi dan dialami oleh peserta didik. Siswa-siswi cenderung takut atau gementar ketika ditunjuk untuk menyampaikan gagasan atau pendapat di depan kelas, bukan saja di depan kelas namun juga ketika di tengah masyarakat umum, hal ini menjadi sangat serius jika terus-terusan di biarkan, karena peran mental dalam mengembangkan potensi diri peserta didik sangatlah berpengaruh besar. Seorang siswa dengan talenta yang baik tanpa di imbangi dengan mental yang baik juga itu sama seperti rumah berpondasi rapuh dan akan sangat mudah rubuh tertimpa angin, ya ketika siswa tersebut yang sebenarnya memiliki bakat alami seketika akan takut atau rapuh jika ditunjuk untuk menyampaikan gagasan di depan kelas karena mentalnya belum diasah dengan baik.
Mental untuk pengembangan diri Mental (dari kata Latin: mens, mentis) berarti jiwa, nyawa roh, sedangkan hygine (dari kata Yunani: hugine) berarti ilmu tentang kesehatan, dapat diartikan bawa ilmu kesehatan mental itu adalah ilmu yang membicarakan kehidupan mental manusia dengan memandang manusia sebagai totalitas psikofisik yang kompleks. Mental sangat berpengaruh dalam mengembangankan potensi diri, di mana jika kita tidak memiliki mental atau keberanian untuk memulai sesuatu hal yang dapat meningkatkan potensi diri maka itu sama saja tidak aka nada prubahan yang signifikan dalam hidup kita. Banyak orang yang sudah nyaman dengan pekerjaan atau aktivitasnya sekarang enggan melakukan pengembangan diri. Padahal jika di lihat melakukan pengembangan diri adalah hal yang sangat penting, hal ini bisa meningkatkan potensi diri menjadi lebih baik dan bisa mencapai kesusksesan.
Pengembangan diri atau self develoment merupakan sebuah upaya untuk menggali dan meningkatkan potensi yang ada dalam diri kita. Tujuan utama melakukan pengembangan diri adalah agar kita bisa terus bisa maju dan lebih berhasil dari sekarang. Pengembangan diri dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun dari sekian bnyak cara, semuanya harus diawali dengan mental yang baik.
Pertama menentukan tujuan hidup. Tujuan hidup harus dimiliki sejak dari sekarang. Tanpa adanya tujuan hidup kita tidak akan tahu apa yang harus kita lakukan. Dengan tahu apa tujuan hidup kita maka kita bisa mulai untuk mengembangkan diri . Contoh pengembangan diri dari tujuan hidup adalah jika kita bertujuan ingin menjadi seorang penulis maka kita harus mengembangkan kemampuan menulis. Namun jika tidak mempunyai tujuan hidup maka kita tidak tahu harus melakukan apa.
Kedua Metode Latihan, Metode latihan adalah suatu metode dalam menyampaikan pelajaran dengan menggunakan latihan secara terus-menerus sampai anak didik memiliki ketangkasan yang diharapkan. Latihan di sini adalah melakukannya dengan perbuatan bukan tulisan. Dalam mengembangkan diri peserta didik dibutuhkan gerak secara langsung. Metode ini di antaranya dapat dilakukan dengan cara mulai dengan menulis tentang apa yang ada dalam pikiran kita, jika kita sudah terbiasa dengan menulis isi pikiran kita maka akan tumbuh kecintaan kita terhadap kebiasaan itu.
Ketiga Metode Keteladanan, Keteladanan diambil dari kata teladan yang bermakna sesuatu yang layak, baik atau pantas untuk diikuti, dicontoh atau dipedomani. Dari definisi singkat ini maka dapatlah kita pahami bahwa metode ketauladanan adalah cara teratur dan sistematis yang dilakukan untuk melakukan perubahan diri dengan mempedomani sesuatu objek yang dianggap baik, pantas atau sangat pantas untuk ditiru atau diikuti. Ini bisa dilakukan dengan meneladani seorang penulis yang kita kagumi.
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia No.20 tahun 2003, menjelaskan bahwa Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar serta proses pembelajaran agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Tujuan agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, kepribadian, keterampilan serta akhlak yang mulia untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.