Oleh : Ferdi Ghoghi (Mahasiswa Magister Pendidikan MIPA Jakarta dan Aktivis GMNI)
JAKARTA – Tanggal 14 Februari 2024 mendatang kita akan menghadapi pesta politik di seluruh wilayah tanah air Indonesia. Selain pemilihan Presiden, juga pemilihan DPD dan DPR tingkat kabupaten sampai tingkat pusat.
Dalam menghadapi kontestasi ini, kita diperhadapkan dengan dua tantangan global. Yakni kemiskinan dan pendidikan. Tantangan ini menjadi mimpi buruk di siang hari ketika tidur di bawa pohon jambu, sebab persoalan ini sulit mendapatkan solusi dari pemerintah daerah sampai pemerintah pusat. Bukan hanya di NTT, juga provinsi lain mengalami hal demikian.
Dahaga masyarakat Sumba agar menyulap filosofi mimpi buruk itu tak ada hentinya. Tenggang lama waktunya mengalami hal yang sama, kali ini mestinya harus penuh hati-hati dalam memilih wakil rakyat. Sebab mereka adalah utusan, juru bicara, dan penentu untuk berbicara mengenai solusi kemiskinan dan pendidikan di NTT.
Nusa Tenggara Timur kususnya Sumba suda saatnya ceduk dari mimpi buruk itu. Disulap menjadi mimpin indah, caranya cukup sederhana, perluh legowo, tinggalkan ego dan memilih wakil rakyat dengan penuh rasional. Secara etimologi rasional berasal dari bahasa yunani yaitu : Rasio, artinya perbandingan, jadi layaknya kita membandingkan semua wakil rakyat baru menentukan pilihan.
Apa yang perluh kita bandingkan untuk Caleg Sumba.?
Yang perluh kita bandingkan adalah rekam jejak. Jika pernah menjabat sebagai wakil rakyat maka apa yang suda dilakukan, aksi nyata dan berdampak, jika belum pernah maka apa komitmenya?. Selain itu pilih wakil rakyat yang punya kapabilitas dan beretika. Ini senada dengan salah satu ajaran Dinasti Tang dari Cina. Dirinya menyebut negara akan selamat jika pemimpin yang dipilih adalah pemimpin yang baik, beretika dan memiliki kompetensi.
Jika pemimpin itu orang baik, memiliki etika yang luhur maka banyak orang baik akan terdorong dan ditarik untuk bekerja buat negara dan rakyat, negara akan makmur, damai dan sejahtera. Namun jika pemimpinnya jahat, maka banyak orang jahat akan berkumpul dan membangun kekuatan negatif. Ini akan berdampak pada rusaknya negara serta sengsaranya rakyat.
Menurut saya Ini prinsip baik jika diterapkan untuk memilih wakil rakyat di Sumba . Sebab pertimbangannya diletakan pada figur pemimpin itu sendiri. Namun prinsip ini masih menyisakan satu hal penting yang harus dijawab, bagaimana menentukan pemimpin itu orang baik, beretika dan memiliki kompetensi ?
Sebenarnya senada dengan pesan kuno China seorang Dinasti Tang tersebut, Prof. Dr. Franz Magnis Suseno SJ, sudah lama mengatakan bahwa: bukan untuk memilih pemimpin terbaik namun untuk mencegah orang terjahat.
Sebenarnya ini berasal dari prinsip minus malum: Memilih yang paling sedikit minusnya (jahatnya), karena tidak ada orang yang 100% baik atau 100% buruk, selalu ada sisi baiknya namun juga selalu ada sisi buruknya.
Konteks Sumba Barat Daya saya pribadi menyarankan untuk menggunakan prinsip sebaliknya, yaitu prinsip primus inter pares. Yakni pilih yang terbaik dari sekian yang baik. Mana wakil rakyat yang terbaik untuk tanah Sumba. Mana wakil rakyat yang dengan karakter dan kompetensinya akan mampu melakukan paling banyak hal positif untuk Sumba.
Orang Sumba layak perhatikan faktor- faktor diatas yang paling menggambarkan seluruh pola ketika mereka terpilih, bukan tulisan di baliho, juga bukan ucapan mereka Ketika kampanye, yang semua umumnya bersifat naratif dan deskriptif; berbeda kalau rekam jejak yang bersifat historis maupun empiris, jadi faktual. Pilihlah dan temukan yang terbaik dari yang banyak. Salam hormat