Opini  

Coronavirus (Covid 19): Kewaspadaan vs Kepanikan

Coronavirus (Covid 19): Kewaspadaan vs Kepanikan
Fr. Apriano Johannes, CSsR

Beberapa bulan belakangan ini, hampir semua manusia seantero dunia dihebohkan dengan munculnya kasus baru bernama Coronavirus (Covid-19). Virus yang pertama kali muncul di Wuhan (China) pada Desember tahun lalu berhasil menyedot perhatian dan menghentikan aktivitas segenap umat manusia. Muncul berbagai tafsiran pemahaman mengenai coronavirus. Di lain pihak, tidak sedikit umat manusia dihantui kepanikan. Pandemi Covid-19 menjalar ke seluruh dunia dengan korban puluhan ribu orang, seluruh dunia panik menghadapi wabah ini. Bahkan negara majupun seperti Amerika, Spanyol, Italia, Jerman, Prancis, Inggris, Swiss kewalahan menghadapinya. Akibatnya lockdown menjadi solusinya. Ingat, Indonesia masih tertinggal jauh dari negara-negara tersebut. Karena virus ini menjalar begitu cepat tidak saja pada orang yang gejalahnya kelihatan, tetapi orang yang sehat sekalipun dapat menularkan, ketika di dalamnya sudah terjangkit wabah Covid-19.
Sejak pertama kali (2/3/2020) bapak Presiden Joko Widodo yang lebih dikenal dengan sebutan Jokowi mengumumkan kasus wabah Covid-19, dimulai ketika dua orang warga Depok yang positif Covid-19, kasus ODP (orang dalam pantauan), dan PDP (pasien dalam pengawasan). Banyak masyarakat Indonesia yang panik. Salah satu fenomena yang muncul setelah pengumuman itu adalah panic buying. Banyak orang memborong aneka kebutuhan sehari-hari di pusat perbelanjaan. Jumlah barang yang dibelipun tidak sedikit. Namun, pada sisi lain sistem transaksi offline maupun online melonjak seketika. Para pedagang/penjual memainkan harga dagangan menurut seleranya. Akibatnya, timbul berbagai nada nyinyir di kalangan masyarakat. Salah satu yang menguras isi dompet masyarakat adalah jangkauan harga komponen alat pelindung diri (ADP). Beruntung, Pemerintah turun tangan mengatasi persoalan ini. Akibat dari transaksi tersebut kaum lemah/terbatas menjadi korban. Selain panic buying, simpang siur informasi mengenai Covid-19 yang tidak valid menjadikan warga dihantui kontraversi pemahaman. Walaupun beberapa informasi benar adanya, namun tidak sedikit juga yang hadir sebagai hoaks (informasi bohong/gossip). Atas kondisi seperti itu, timbul respon warga yang menyerang pemerintah melalui media sosial. Sekalipun kita telah diperingatkan dengan himbauan untuk waspada sedini mungkin terhadap pandemi Covid 19 seperti social distancing, jaga kesehatan, karantina diri sendiri (makanya kantor/sekolah libur, tempat pariwisata/hiburan ditutup), malah yang terjadi adalah ketidaksiapan kita untuk mengikuti/menerima himbauan tersebut. Hal ini dipengaruhi oleh mental dan sikpa kita yang kurang baik. Acuh tak acuh, malas tahu, cuek, kepala batu, EGP (emang gue pikirin), keras kepala, epen kah dan lain sebagainya. Beberapa waktu yang lalu penulis pernah baca sebuah status medsos, kita mesti takutnya sama Tuhan, masa virus corona aja kok takut? Orang seperti ini kurang sadar bahwa Tuhan telah mengaruniakan akal budi untuk berpikir dan bertindak. Harapannya, semoga aparat penegak hukum atau yang terkait bertindak tegas terhadap orang yang termasuk di dalamnya. Mestinya kita pedulilah pada masyarakat kecil/pelosok daerah yang tidak dijangkui oleh IPTEK, jadilah diri diri kita sebagai pandemi informasi yang benar tentang wabah Covid 19. Wajarlah kalau berhadapan dengan kelompok ini menimbulkan aneka pertanyaan mengenai wabah Covid 19.
Secara aktual dengan ganasnya Covid-19 dengan memakan korban jiwa dalam jumlah yang tak sedikit juga menimbulkan rasa senang dengan jumlah pasien positif Covid-19 yang mengalami penyembuhan. Disini, seganas apapun suatu musibah atau peristiwa seperti wabah Covid-19 selalu menimbulkan sisi positif maupun negatifnya. Patutlah kita berdukacita dengan sekian banyak umat manusia yang meninggal karena Covid-19. Marilah kita mendoakan secara khusus untuk korban jiwa akibat wabah Covid-19 dan ketabahan iman bagi keluarga yang ditinggalkan. Petaka kemudian muncul khususnya orang yang bekerja di sektor informal, buruh, pedagang kecil, home industri, yang sangat bergantung pada pekerjaan mereka. Begitupun keprihatinan bagi karyawan, walaupun masih menerima gaji, tetapi bagaimana dengan keadaan perusahaan apakah masih survive di keadaan krisis. Akhir-akhir ini bisa jadi muncul petaka baru dengan dimulainya mudik lebaran. Kita mesti antisipasi secara serius terlebih mereka yang berasal dari daerah zona merah/tanggap darurat wabah Covid-19. Ini yang harus disikapi secara SERIUS oleh pemerintah setiap daerah khususnya pulau Sumba.
Perhatian berikut yakni penanganan pasien Positif wabah Covid-19. Para tim medis berada di garda terdepan untuk memimpin penanganan pencegahan dan penularan wabah Covid-19. Mereka berjuang layaknya raja yang memimpin sebuah pasukan untuk mengalahkan musuh di depannya. Musuh yang di hadapi tak lain adalah pasien positif Covid-19 juga termasuk ODP dan PDP. Para tim medis berjuang dengan segala kemampuan dan keterbatasan untuk menaklukkan wabah Covid-19 di tengah keterbatasan alat dan fasilitas kesehatan. Namun, walaupun beresiko terpapar dan minimnya alat kesehatan bukan menjadi alasan untuk terus bersemangat bekerja memberikan pelayanan kesehatan pengobatan kepada pasien. Secara manusiawi, patut diprihatinkan bahwa dedikasi tim medis yang begitu seoptimal mungkin sampai mereka sendiri terpapar wabah Covid-19 dan meninggal dunia. Luar biasa, kalianlah motivator putra-putri bangsa setanah air. Walaupun jumlah tim medis yang gugur dalam medan pertempuran masih bisa dihitung namun semangat dan dedikasi mereka perlu dikenang sebagai patriot dan bunga bangsa kita. Perjuangan menangani pasien dengan mengesampingkan segala kepentingan pribadi, keluarga dan kolega adalah bukti cintamu yang tulus untuk nusa dan bangsa. Profisiat dan terus semangat untuk bekerja melayani pasien wabah Covid-19. Kita patut untuk mendoakan amal mulia ini.
Semua kejadian dan peristiwa di dunia ini tentu memiliki hikmah yang dapat kita petik. Saya, anda kita semua juga mesti memetik pembelajaran di balik pandemi wabah Covid 19. Kenyataan aktual yang di antisipasi oleh pemerintah untuk menyikapi pandemi Covid 19 yang merajalela adalah Ujian Nasional (UN) ditiadakan dan hampir semua instansi pemerintahan di liburkan. Presiden Jokowi bersama pemerintah daerah menghimbau kepada warga untuk belajar dirumah, bekerja dirumah dan beribadah dirumah. Sehingga banyak daerah yang memberlakukan belajar jarak jauh (work from home). Sejalan dengan itu, pemuka agama, tokoh masyarakat menyikapi secara positif dengan meniadakan sementara berbagai bentuk acara/kegiatan keagamaan/sosial yang melibatkan banyak orang dengan maksud untuk mengkarantinakan diri sendiri dari berbagai bentuk keramaian demi mengatasi penularan dan pencegahan wabah Covid 19. Selain itu, kita disadarkan akan pentingnya menjaga kesehatan. Beberapa kebijakan pemerintah diambil guna memutuskan mata rantai penyebaran dan penularan wabah Covid 19. Hal itu terwujud lewat himbauan social distancing hingga physical distancing. Penutupan tempat-tempat wisata, tempat hiburan, dan tempat keramaian lain yang dimungkinkan terjadi kerumunan atau media penularan.
Sekalipun wabah Covid-19 begitu deras penularannya namun dibalik itu ada beberapa hal positif yang ditimbulkan oleh pandemi wabah Covid-19 seperti tingkat polusi semakin menurun, kepekaan yang dibarengi dengan ketulusan warga untuk saling bahu-membahu memberantas pandemi Covid 19 dengan sumbangan tenaga dan materi, timbul rasa solidaritas antar sesama, terjadi gelombang kreativitas dirumah masing-masing, memaksa menjalani pola hidup sehat, mengubah pandangan masyarakat yang suka menyepelekan penyakit, meningkatkan waktu quality time dirumah, dan introspeksi diri dengan semakin rajin berdoa kepada Tuhan. Ada perubahan perilaku manusia yang sebelumnya egois menjadi kooperatif, mau bahu-mambahu bekerja sama untuk mengatasi virus Covid-19 yang menjadi keperihatinan bersama. Bahkan ketegangam tokoh dunia yakni Donald Trump dan Xi Jinping mereda, mereka mau bekerja sama untuk mengatasi wabah Covid-19. Padahal sebelumnya mereka arogansi perang dagang, yang berimbas melemahnya ekonomi dunia tahun 2019. Selain itu, selama kondisi masih negatif wabah Covid-19, waktu berkumpul dirumah menjadi hal yang tidak muda karena kesibukan masing-masing anggota keluarga. Apalagi kesibukan di kota-kota besar seperti Jakarta, berangkat saat masih gelap dan pulang sudah gelap menjadi hal yang biasa, praktis bertemunya dengan keluarga saat weekend saja. Marilah kita bersama-sama untuk senantiasa waspada dan menjaga kesehatan dengan baik karena lebih mudah mencegah daripada mengobati.

Tinggalkan Balasan