Opini  

PERBEDAAN PERSEPSI MENIMBULKAN PERSELISIHAN ANTAR SAUDARA

(PERBEDAAN PERSEPSI MENIMBULKAN PERSELISIHAN ANTAR SAUDARA). Oleh Alexander Wona Mahasiswa Prodi Pendidikan Keagamaan Katolik, (UNIKA WEETEBUALA) .

Keluarga adalah sekumpulan orang-orang yang terikat dalam hubungan khusus baik hubungan darah (satu rahim), hubungan perkawinan atau seseorang yang di angkat menjadi bagian dalam satu keluarga. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami istri dan anak-anak yang tergabung karena adanya hubungan darah dan berinteraksi dengan lingkungannya.

Keluarga juga merupakan wadah awal pembentukan karakter atau sifat manusia, dari pembentukan karakter inilah yang nantinya dapat menghasilkan sikap saling mendukung, mencintai dan dapat bekerja sama baik dalam keluarga ataupun lingkungan sosial.

Kebahagiaan dalam keluarga tentu menjadi harapan oleh semua manusia di dunia ini. Untuk menciptakan kebahagiaan dalam keluarga tentu diperlukan kesadaran antar saudara-bersaudara dalam membangun komunikasi yang baik, agar dapat menuju pada ketentraman, keharmonisan yang dapat menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Secara garis besar, dampak positif dari kehadiran keluarga mau menekankan bahwa adanya hidup rukun dan damai antar saudara-bersaudara.

Namun tidak dapat juga dipungkiri bahwa dalam setiap keluarga tentu terdapat perbedaan persepsi yang dapat menimbulkan perselisihan atau konflik. Tentu perselisihan atau konflik yang dialami oleh setiap keluarga berbeda-beda.

Berdasarkan manfaatnya, konflik dapat dikelompokkan dalam 2 jenis, yakni konflik fungsional dan disfungsional. Menurut Gibson (1996), konflik fungsional adalah suatu konfrontasi di antara kelompok yang menambah keuntungan kinerja. Pertentangan antar kelompok yang fungsional dapat memberikan manfaat bagi peningkatan efektivitas dan prestasi organisasi. Konflik ini tidak hanya membantu tetapi juga merupakan suatu kelompok yang anggotanya heterogen menimbulkan adanya suatu perbedaan pendapat yang menghasilkan solusi lebih baik dan kreatif. Konflik fungsional dapat mengarah pada penemuan cara yang lebih efektif untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan lingkungan sehingga organisasi dapat hidup terus dan berkembang.

Adapun konflik disfungsional adalah konfrontasi atau pertentangan antar kelompok yang merusak, merugikan, dan menghalangi pencapaian tujuan organisasi. Sehubungan dengan itu, setiap organisasi harus mampu menangani dan mengelola, serta mengurangi konflik agar memberikan dampak positif, dan meningkatkan prestasi, karena konflik yang tidak dikelola dengan baik dapat menurunkan prestasi dan kinerja organisasi.

Pada umumnya konflik berlangsung dalam empat tahap, yaitu tahap potensial, konflik terasakan, pertentangan, konflik terbuka, dan akibat konflik.
1. Tahap potensial, yaitu munculnya perbedaan di antara individu, organisasi, dan lingkungan yang merupakan potensi terjadinya konflik.
2. Konflik terasakan, yaitu kondisi ketika perbedaan yang muncul dirasakan oleh individu, dan mereka mulai memikirkannya.
3. Pertentangan, yaitu kondisi ketika konflik berkembang menjadi perbedaan  pendapat di antara individu atau kelompok yang saling bertentangan.
4. Konflik terbuka, yaitu tahapan ketika konflik menimbulkan dampak terhadap kehidupan dan     kinerja organisasi. Jika konflik terkelola dengan baik, maka akan menimbulkan keuntungan, seperti saling tukar pikiran, ide dan menimbulkan kreativitas. Tetapi jika tidak terkelola dengan baik, dan melampaui batas, maka akan menimbulkan kerugian, seperti saling bermusuhan.

Dalam keluarga, antar saudara-bersaudara sering terjadi perbedaan persepsi yang pada akhirnya menyebabkan masalah. Perbedaan persepsi ini merujuk pada keberadaan dari fungsi keluarga yang tidak dimaknai dalam hidup antar saudara-bersaudara. Dimana didalamnya tidak memiliki unsur hidup saling mengasihi dan menyanyangi. Adapun masalah yang sering dijumpai dalam keluarga, antara lain yaitu, masalah pembagian tanah warisan orang tua, masalah ekonomi, dan perasaan cemburu atau ketersinggungan.

Fakktor-faktor inilah yang menyebabkan konflik besar antar saudara-bersaudara yang dapat menimbulkan unsur kekerasan karena mempertahankan pendirian atau ego masing-masing. Sikap ini juga menjadi pokok utama terjadinya perang saudara yang ingin saling melenyapkan satu sama lain.

*Solusi dari perbedaan persepsi dalam keluarga*

Adapun solusi yang dapat ditawarkan adalah sebagai saudara yang terlahir dari rahim yang sama ataupun rahim yang berbeda, harus selalu hidup rukun dan saling mendukung, jika memang ada perselisihan yang terjadi diantara saudara, dapat menyelesaikan dengan cara yang baik, bukan saling bermusuhan. Sehingga ketika mendapatkan masalah yang berasal dari luar tentu sebagai saudara akan bersatu untuk saling membantu sehingga masalah tersebut dapat diselesaikan. Ketika saudara hidup bersatu maka sebesar apapun masalah yang dihadapi pasti dapat diselesaikan dengan baik.

Sebagai kepala keluarga tentunya harus membina anak-anak dari kecil dengan cara yang baik menuntun mereka dengan menanamkan nilai-nilai etika dan mengajarkan mereka cara menghargai orang lain agar kelak mereka beranjak dewasa tidak ada perselisihan antara keluarga dan saudara.

Dalam persaudaraan harus memiliki keharmonisan sehingga terciptanya ruang-ruang kebahagian tanpa adanya masalah dan selalu  rukun dan damai. Menjaga hubungan baik dalam keluarga agar ikatan persaudaraan semakin erat dan memiliki nilai-nilai yang berguna bagi diri sendiri maupun dengan orang lain.

Kesimpulan yang dapat disimpulkan adalah keluarga merupakan rumah dan tempat paling nyaman untuk pulang, saudara adalah orang terdekat dan terdepan dalam keluarga yang selalu ada dalam situasi apapun. Untuk itu dalam keluarga harus memiliki sikap saling mendukung, saling mencintai, saling memahami satu sama lain, sehingga keharmonisan dalam keluarga memiliki dampak positif dan tidak ada perselisihan antar saudara-bersaudara.

Tinggalkan Balasan