BEATO KOLPING TELADAN BAGI GEREJA MASA KINI DAN PERAN SOSOK Prof. Dr. HERMAN YOSEF MAY, CSsR

Pater Prof. Dr. Herman Yosef May, CSsr.

 

Oleh Agustinus B. Wuwur, Kepala Biro Pasolapos Sumba Barat

Pengantar : dalam tulisan ini penulis  memaparkan 2 bagian  ulasan : 1. Beato Adolph Kolping Teladan Bagi Gereja Masa Kini.  Bagian 2 : Prof. Dr. Herman Yoseph May, CSsR,  Pengagas Kolping Sumba.

 

 

Adolph Kolping lahir dari pasangan Peter dan Anna Maria Kolping pada tanggal 8 Desember  1813 di Desa Kerpen, kurang lebih 20 km dari kota Koln. Ia adalah seorang imam Katolik Jerman dan pendiri Asosiasi Kolping. Dia memimpin gerakan untuk menyediakan dan mempromosikan dukungan sosial bagi pekerja di kota-kota industri sementara juga bekerja untuk mempromosikan martabat pekerja.

 

 

Tahun 1840 Adolph memulai  studi Teologinya di Munchen dan pada tahun 1842 pindah ke univeritas Bonn. Ia sangat aktif dalam organisasi-organisasi mahasiswa Teologi dan sering menulis di surat kabar untuk mengkritisi pimpinan universitasnya.

 

 

Tahun 1844 Adolph masuk seminari tinggi di Koln sebagai calon imam projo. Karena pendidikan yang telah diperolehnya, ia hanya membutuhkan waktu 1 tahun untuk ditahbiskan menjadi imam. Seorang sahabatnya, imam di kampung halaman Adolph menulis surat untuk Adolph, yang isinya : “Saat tahbisan kudus makin dekat padamu. Bergembiralah !… Tuhan telah meratakan semua gunung, mengisi semua lembah, meluruskan jalan secara mengherankan sampai ke pintu yang sekarang kamu hadapi itu…”

Pembinaan Kolping Ngundu Tana, Kodi.

 

              Adolph ditahbiskan menjadi imam pada tanggal 13 April 1845, persis pada hari ia mendapat kabar bahwa ayahnya tercinta telah meninggal dunia. Setelah ditahbiskan, Adolph ditugaskan menjadi pastor pembantu di Gereja Santo Laurentius di Elberfeld. Di sana ia juga mengajar pelajaran agama di SMP dan SMA. Umat yang dilayaninya kebanyakan adalah buruh pabrik yang menderita dalam kemiskinan.

 

 

Kesehariannya di paroki juga tidak menyenangkan. Kamarnya sempit mungkin juga pengap , honornya tersendat-sendat, ada ketegangan atau  semacam “besi panas” dengan bendahara, bahkan pastor paroki pun tak mendukungnya. Dan, ada sepenggal  kalimat yang ditulis dalam buku hariannya selama masih sekolah, yang selalu menguatkan dan meneguhkannya  adalah  : “Menjadi pembina bagi rakyat merupakan sebuah cita-cita yang agung. “

 

 

              Sebelum menjadi imam, Adolph berprofesi sebagai tukang sepatu. Latar belakang ini mendorongnya menjadi lebih dekat dengan  sekelompok  tukang muda yang diorganisasi oleh seorang guru agama bernama Johan Georg Breuer. Awalnya, bulan Juni 1846, seorang kepala tukang bernama Josef Thiel  bersama kawan-kawannya membentuk kelompok koor para tukang dalam bengkel mereka, untuk perayaan di paroki. Bersama guru Breuer, kelompok ini kemudian berkembang menjadi kelompok pembinaan dan kebersamaan.

 

 

Tahun 1847 Romo Adolph diangkat menjadi Preses bagi kelompok tukang muda itu. Ia selalu mengunjungi  kelompok tukang muda itu setiap hari Senin, berdialog, dan memberikan motivasi, pembinaan-pembinaan yang menarik. Seorang anggota kelompok pernah mengatakan : “ Walaupun wataknya serius, namun ceramahnya sangat menarik, dan dengan hati terbuka ia menerima para tukang muda itu.”…

 

 

              Lantaran kebersamaannya dengan kelompok tukang muda di Elberfeld, Romo Adolph Kolping menemukan gagasan yang selanjutnya mewarnai seluruh hidupnya. Oktober 1848, ia menulis sebuah brosur progmatis : “Perserikatan Tukang Muda” – sebuah bangunan perhimpunan tukang muda, yang akan selalu dipimpin oleh seorang imam, dan menjadi sebuah akademi rakyat dalam pola rakyat. Di akhir brosur itu, Romo Adolph Kolping menulis : “Di tengah-tengah gejolak zaman, kita akan membangun suatu rumah damai, menanam salib di atas puncak atapnya, dan berkat Tuhan akan tinggal di dalamnya.”

 

 

              Demi mewujudkan gagasannya, Romo Adolph pindah ke Koln, dan mendirikan sebuah perserikatan tukang muda pada tanggal 6 Mei 1849. Upacara pendirian dengan 7 orang anggota tukang  muda itu dilaksanakan di salah satu ruang sekolah Santa Kolumba. Kelompok  inilah yang menjadi cikal bakal Karya Kolping Internasional.

 

 

Perjuangannya mengembangkan perhimpunan ini membuatnya harus melintasi berbagai daerah di daratan Eropa, menguras tenaga dan mengganggu kesehatannya. Upayanya  mendapat tanggapan Takhta Suci. Paus Pius IX pada tahun 1862 mengangkat Romo Adolph Kolping menjadi Prelatus dengan sebutan Monsignur. Karena kelelahan dan kesulitan pada pernafasannya, Romo Adolph Kolping, bapa para tukang muda, meninggal dunia di Koln pada tanggal 4 Desember 1865. Sebelum meninggal dunia , ia masih sempat menghadiahkan sebuah salib kecil kepada kakaknya dengan sebuah pesan : “Ini hadiahku untukmu, belalah dirimu dengan ini.”Jenasah Bapa Kolping dimakamkan di dalam Gereja Minorite, di Koln, Jerman. Tanggal 27 Oktober 1991 ia diberi gelar Beato oleh Paus Yohanes Paulus II.

 

 

Berbicara tentang Kolping sebagai organisasi awam Katolik biasanya ada statuta yang menjadi acuan. Suatu Keluarga Kolping merupakan suatu unsur dalam masyarakat setempat dan tidak ingin menyendiri. Segala masalah, aktivitas rencana dari pemerintah dan masyarakat desa dan dari lembaga-lembaga lain, seperti sekolah, LSM, koperasi, partai politik dls., adalah teman untuk Kolping dan dapat menjadi partner dari Kolping.

 

 

Kolping dalam karyanya  ingin mempengaruhi kehidupan masyarakat dan politik di desa dan kecamatan melalui aksi-aksi percontohan, acara diskusi, aktivitas di bidang pembinaan sosial (gender, tani, tukang, kaum muda dll). Kegiatan Kolping pada masa lampau baik di : Sumba, Flores, dan Timor tidak disembunyikan karena kerendahan hati. Kita boleh mengacu pada ajakan Yesus dalam Kotbah di Bukit : “ Hendaklah terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu  yang di sorga. “ (Mat 5 : 16). (bersambung ke bagian 2).

Tinggalkan Balasan