PASOLAPOS.COM – Waitabula, Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI-PPA) pada tahun 2022 menyatakan bahwa jumlah kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di Indonesia tercatat sebanyak 16.106 kasus dan kasus kekerasan terhadap perempuan sebanyak 11.266.
Jenis kekerasan yang diterima anak-anak didominasi oleh kekerasan seksual. Hasil Survey Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) Tahun 2021 yang dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menunjukkan bahwa 4 dari 10 anak perempuan dan 3 dari 1 anak laki-laki berusia 13-17 tahun pernah mengalami kekerasan dalam bentuk apapun di sepanjang hidupnya.
Save the Children melakukan riset Formative Gender Based Violance (GBV) atau Kekerasan berbasis Gender pada tahun 2021 kepada beberapa kelompok responden dari Sumba Barat (602 orang tua, 601 anak, 120 guru) dan 4 kelompok Forum Group Discussion (FGD) dari Sumba Tengah. Hasilnya menunjukkan bahwa responden laki-laki (ayah) diyakini kuat dan berpengaruh dibandingkan dengan perempuan (ibu). Selain itu, riset kekerasan berbasis gender juga menemukan bahwa latar belakang kondisi/kemampuan finansial keluarga berpengaruh atas persepsi tentang kesetaraan gender.
Orang tua yang memiliki pekerjaan dengan penghasilan di atas 2 juta seperti pegawai swasta, PNS, atau aparat pemerintah desa memiliki skor persepsi positif dalam memandang kesetaraaan gender dengan presentase sebesar 68,81%.
Temuan riset GBV riset ini juga menyebutkan 8% anak, 26% guru, dan 20% orang tua menyatakan persepsinya tentang pengaruh kepercayaan budaya lokal terhadap terjadinya kekerasan berbasis gender. Di sisi lain, 28% orang tua, 9% guru dan 17% anak menyatakan ada praktik budaya lokal yang mendorong kesetaraan gender, yang memberikan harapan bahwa ada potensi praktik budaya yang bisa digali lebih dalam untuk mengurangi kekerasan berbasis gender dan mendorong kesetaraan gender.
Save the Children bekerjasama dengan mitra Perkumpulan Stimulant Institute dan Yayasan Wahana Komunikasi Wanita melalui program gender dan perlindungan anak berupaya untuk melakukan penguatan kapasitas stakeholders tingkat kabupaten sampai desa dalam menangani kasus kekerasan yang terjadi di Kabupaten Sumba Barat dan Kabupaten Sumba Tengah.
Penguatan kapasitas ini dilakukan melalui pelatihan manajemen kasus dan supervisi penanganan kasus kekerasan. Pelatihan ini memiliki tujuan untuk meningkatkan peran dan tanggung jawab stakeholder terhadap pencegahan dan penanganan korban kekerasan anak yang dilakukan secara komprehensif, terintegrasi, dan berkelanjutan.
“Manajemen kasus merupakan pendekatan yang tepat dalam merespons kompleksitas permasalahan dan penanganan kasus perlindungan anak. Kami berharap ini dapat menjadi solusi
dalam mencegah dan menangani korban kekerasan anak yang dilakukan secara holistik dan berkelanjutan,” jelas David Wala, Sumba Field Manager Save the Children Indonesia.
Kegiatan pelatihan Manajemen Kasus dilaksanakan di Kabupaten Sumba Tengah, Senin-Jumat, 22- 26 Mei 2023. Pada kesempatan ini, Save the Children telah melatih sebanyak 11 (sebelas) orang fasilitator kabupaten dari Dinas P5A, Polres setempat, Balai Pemasyarakatan, Lembaga Perlindungan Anak dan Dinas Sosial terkait manajemen kasus dan supervisi, baik di Kabupaten Sumba Barat maupun di Kabupaten Sumba Tengah. Beberapa materi yang telah diberikan diantaranya: bagaimana manajemen kasus dalam sistem perlindungan anak, etika praktik manajemen kasus, sistem rujukan dalam manajemen kasus pencatatan dan pelaporan kasus, serta proses supervisi manajemen kasus di lapangan.
Harapannya, pelatihan ini mampu memperkuat tokoh kunci perlindungan anak di tingkat kabupaten dan desa. Setelah mengikuti pelatihan manajemen kasus dan supervisi, fasilitator kabupaten akan melakukan pelatihan berjenjang untuk melatih pemangku kepentingan di bidang perlindungan anak dan penanganan kasus kekerasan di tingkat kabupaten dan desa.