Kampung Tarung, Aset Budaya Yang Harus Dirawat

foto kampung Tarung pasca terbakar

Waikabubak, PP– hasil pantauan wartawan Pasola Pos di Kampung Tarung, waikabubak, Sumba Barat, memperoleh beberapa informasi terkait kampung Tarung yang dilanda kebakaran pada bulan Oktober 2017 sekitar pukul 16.00 WITA. Kebakaran yang disebabkan oleh permasalahan adat tersebut merupakan wujud inti peristiwa tersebut terjadi.

“ada sekitar 28 buah rumah yang terbakar, yang 2 rumah itu adalah rumah suci bagi kami. Saya lebih memilih menyelamatkan benda peninggalan Nenek moyang daripada menyelamatkan pakaian dan barang-barang lainnya karena benda itu yang lebih penting untuk saya dan keluarga saya”. Tandas salah seorang pria yang enggan menyebutkan namanya.

Peristiwa kebakaran hebat yang menimpah kampung tersebut tak menyurutkan rasa semangat warganya untuk kembali membangun kampung tersebut seperti sedia kalah. Warga kampung Tarung mencari kayu untuk dipergunakan sebagai tiang rumah, alang untuk atap dan keperluan-keperluan lainnya untuk membangun kembali rumah mereka yang terbakar.

Pada Wartawan, pria yang enggan menyebutkan namanya tadi menjelaskan bahwa, “kami naik turun gunung untuk mencari kayu dan alang. Lokasi tempat kami cari yaitu di Lewa, Wanokaka, Kambuyawila, Kodi, bahkan sampai di Sumba Timur. Dana yang dikasih oleh Kementerian Kehutanan berjumlah 200 juta untuk masing-masing rumah, dan uang itu yang kami gunakan untuk beli kayu dan alang.

Dalam wawancara pihak Pasola Pos dengan Linda salah seorang warga kampung Tarung, dia mengatakan bahwa “waktu kampung terbakar ada yang ke pesta, ada yang pergi nonton pacuan kuda, ada yang ikut acara perdamaian. Isi rumah semua hangus terbakar bahkan tidak ada lagi yang dapat diselamatkan. Jadi amblasnya ini kampung luar biasa sekali, ucapnya. diapun melanjutkan bahwa ada 24 buah rumah terbakar yang dua itu kema suci. Kema suci yang satu sudah kami bangun dari pihak kami Weelowo tetapi satu belum dibangun dari pihak Wanno Kalada. Dalam kebakaran itu ya,,,kita sangat susah sekali, keluhnya.

Diapun melanjutkan “untung juga ada teman sesama manusia yang membantu kehidupan kami jadi tidak terlalu sengsara. Hanya sekarang kami menanti dari Jakarta untuk membantu, tetapi duluan 14 buah rumah yang lainnya tahun depan. Ada juga bantuan dari pemda sini tapi harus berkoordinasi dengan pemerintah pusat dulu. Untuk sementara kami hidup swadaya seperti sekarang ini. Untuk keberlangsungan hidup sehari-hari kami dapat bantuan juga. Kami juga sudah merasakan bantuan dari negara lain karena kampung ini sudah menjadi Tarung Dunia . ada yang memberi uang, pakaian dan beras”. Jelas Linda.

Setiap bulan November menjadi bulan suci bagi masyarakat kampung Tarung atau dalam istilah kampungnya Wulla Poddu. Akan tetapi Wulla Poddu tidak bisa dilaksanakan karena kampung adat masih dalam proses pembangunan.

“Setelah selesai semua pembangunan baru ada pukul gong, menari dan ritual adat lainnya bisa dilaksanakan”. Jelas Linda

“Harapan kami generasi-generasi jangan melupakan ritual. Ritual harus tetap dijalankan karena budaya ini adalah aset bagi bangsa Indonesia dan untuk itu tolong lestarikan budaya “. Tegas Linda sebagai penutup wawancara. (Dody)

Tinggalkan Balasan