Masa Prapaskah: Momen Istimewa Untuk Kembali
Oleh: Mario Venerial Umbu Zerri
Mahasiswa Fakultas Filsafat UNWIRA Kupang.
Pasolapos.com, Religius – Perbuatan dosa umat beriman kristiani yang melanggar perintah Allah sejak manusia pertama Adam dan Hawa hingga saat ini merupakan kenyataan yang tak dapat dipungkiri dan sudah merupakan bagian dari kehidupan manusia. Bahkan ketika Allah mengutus Putera-Nya ke dunia, Allah pun masih dicobai manusia melalui Putera-Nya. Sebut saja dosa Adam dan Hawa yang memakan buah terlarang, merupakan perbuatan yang melanggar perintah Allah.
Pengembaraan bangsa Israel sebagai umat pilihan di padang gurun menuju tanah Kanaan pun penuh dengan berbagai protes dan keluhan. Kemudian penghianatan Yudas terhadap Yesus dengan taman Getsemani sebagai saksi bisu. Dan yang paling menyedihkan, penyiksaan dan penghinaan terhadap Putera Allah mulai dari penangkapan-Nya di taman Getsemani sampai di puncak Golgota yang berakhir dengan wafat-Nya di kayu salib. Semua perbuatan dosa manusia tersebut merupakan bukti penolakan manusia, ketertutupan hati manusia, ketidakpekaan manusia dan ketidakterbukaan hati manusia untuk menerima dan ikut ambil bagian dalam karya keselamatan Allah. Manusia selalu merasa nyaman berada dalam dosa dan kesalahan yang sama. Manusia hanya memikirkan kesenangan dan keinginan duniawi yang sama sekali tidak menyelamatkan jiwanya.
Sekalipun demikian, Allah sebagai Mahabaik melalui Gereja-Nya selalu menyediakan kesempatan bagi manusia yang ingin mengalami keselamatan jiwa. Berbeda dengan sikap manusia, Allah selalu terbuka bagi kemauan manusia untuk selamat. Dan jalan yang disediakan untuk mencapai kesempatan dan keterbukaan Allah itu ialah masa tobat atau Prapaskah yang disediakan bagi kita selama 40 hari.
Mungkin ada yang bertanya atau mempertanyakan tentang pentingnya masa tobat atau masa Prapaskah. Itulah manusia, makluk yang kaya akan pertanyaan. Tapi pada prinsipnya, selagi pertanyaan tersebut masih berkaitan langsung dengan manusia secara pribadi, maka jawabannya pula kembali kepada manusia itu sendiri.
Maka dari itu, pertanyaan di atas akan sangat baik kalau dijawab oleh masing-masing pribadi. Dan agar memperoleh jawaban yang memuaskan, maka jalan yang harus ditempuh dalam proses menjawab tersebut ialah dengan terlebih dahulu memikirkan secara baik apa saja yang saya dan Anda telah peroleh dari Allah secara cuma-cuma selama hidup di dunia ini. Sekecil apapun itu, coba ingat dan pikirkan secara baik dan jangan pernah menganggap segala kebaikan yang Allah berikan sebagai suatu kebetulan! Allah adalah kepastian bukan kebetulan. Setelah itu, pikirkan juga apa yang telah kita lakukan untuk menanggapi atau memaknai kebaikan Tuhan tersebut? Mungkinkah kita bersyukur? Biasa-biasa saja? Atau menganggapnya sebagai hal yang tak perlu dipikirkan? Setelah semuanya telah terpikirkan secara baik, dapat dipastikan bahwa jawaban atas pertanyaan di atas diperoleh.
Masa Prapaskah merupakan momen istimewa bagi umat beriman kristiani untuk kembali ke jalan hidup yang sebenarnya dan seharusnya, kembali menjadi anak-anak Allah. Momen istimewa ini disediakan Allah melalui Gereja-Nya setiap tahun. Mengapa setiap tahun? Karena manusia sebagai makluk lemah dan rapuh cenderung terjerumus dalam dosa dan kesalahan yang sama. Kehidupan ini ibarat sebuah taman yang diciptakan dan dipelihara Allah sendiri, dan manusia ibarat pohon dalam taman itu. Pohon itu selalu menjatuhkan daun. Dan tukang sapu sebagai pemelihara taman yang selalu menata taman dan menyapu daun-daun tersebut ibarat Allah yang melalui Gereja-Nya selalu berjuang agar umatNya bersih dari noda dosa, terutama dalam masa Prapaskah.
Jumlah daun yang berjatuhan akan selalu berbanding lurus dengan usaha tukang sapu untuk membersihkan daun tersebut. Itulah Allah, Pemilik dan Pemelihara taman kehidupan. Yang menjadi teka-tekinya, mampukah daun-daun yang berjatuhan dan telah disapu itu menjadi pupuk yang dapat menyuburkan kehidupan? Dalam dunia nyata di luar pengibaratan, peluang jawaban ya tentu lebih besar.
Apa sebenarnya arti pertobatan dalam hidup kita? Pertobatan berarti bahwa kita berusaha membalikkan kenyataan yang terjadi selama hidup kita yang sebenarnya sama sekali bertentangan dengan kehendak Allah. Kehendak Allah yang paling nyata ialah perintah-perintah-Nya dalam Kitab Suci. Melanggar perintah-Nya berarti melanggar kehendak-Nya. Tak perlu kita menipu diri dan berusaha membenarkan diri dengan dalih bahwa kita tak pernah bertentangan dengan kehendak Allah selama hidup kita. Manusia pada hakikatnya merupakan makluk yang lemah dan rapuh dalam hal dosa. Memang dari semua makluk hidup, manusialah makluk paling sempurna yang diciptakan Allah. Manusia dilengkapi akal budi dan kehendak bebas.
Namun perlu diingat bahwa hal tersebut tidak serta-merta menyempurnakan moral dan akhlak manusia. Butuh proses yang terus-menerus agar akhlak dan moral manusia menjadi baik. Dalam proses itulah kerap kali terjadi kekeliruan yang mengakibatkan penimbunan dosa yang terus-menerus. Dan karena manusia adalah satu-satunya makluk yang menyadari bahwa suatu saat ia akan meninggal, di situlah seharusnya ia sadar bahwa ada kehidupan lain selain di dunia ini. Sebagai kaum beriman kristiani, kita tahu dan percaya bahwa kehidupan lain itu tidak lain ialah kehidupan abadi yang juga adalah menjadi tujuan akhir kaum beriman kristiani. Maka timbunan dosa tersebut perlu dibereskan. Masa Prapaskah ini menjadi momen yang tepat. Setiap tahun selalu ada masa pertobatan atau Prapaskah bagi orang Katolik. Hal ini berarti bahwa setiap tahun sebenarnya Allah punya cara dan waktu khusus untuk selalu menantikan pertobatan kita.
Apakah kita juga selalu menantikan masa pertobatan itu dan memaknainya secara sungguh-sungguh? Sekali lagi, mari kita bertanya pada diri sendiri. Perihal baka dan fana: “Baka selalu menuju kemuliaan, fana selalu menarik pada kesementaraan. Fana kenikmatan daging, baka kekekalan jiwa. Antara yang fana dan baka, jangan pilih yang menyesatkan!”*