Tambolaka, PP- Pembelajaran memang dominannya offline, artinya guru menyiapkan tugas atau RKS (Rencana Kerja Siswa) kemudian guru berikan ke siswa. Demikian diungkapkan Didimus Pati Mete (Kabag Pengelolaan SMP Dinas P dan K Sumba Barat Daya) Sabtu, (9/5/2020)
“guru juga menentukan waktu sesuai arahan teknis kami, waktu mereka tentukan kapan siswa kumpul tugas. Bisa juga guru-guru terapkan home visit, artinya pada siswa yang bisa dijangkau mereka berkunjung ke rumahnya” ungkap Didimus.
Didimus juga sampaikan bahwa guru pergi untuk mengambil hasil kerja siswa dan lakukan bimbingan belajar kepada siswa yang ditemui. “Tidak semua sekolah diberlakukan home visit, cuman sekolah yang memungkinkan sesuai jarak” katanya.
Didimus juga menambahkan terhadap Sekolah-sekolah yang jauh dari pengamatan Pemerintah, pihak dinas P dan K sudah menyampaikan edaran secara menyeluruh terkhususnya edaran dari dinas teknis, sehingga dominan sistem pembelajaran secara offline, artinya ada tugas yang dirancang oleh guru atau ada lembaran kerja siswa lalu memanfaatkan guru untuk sebarkan ke siswa.
Tanggapan lain disampaikan oleh Ketua Komisi C DPRD SBD Heri Pemu Dadi bahwa pembelajaran secara online tidak tertib di Kabupaten SBD.
“kecuali daerah kota, itupun tidak semua siswa memiliki hp android, orangtua juga tidak sama kemampuannya untuk membelikan hp android kepada anak-anak” katanya.
Disisi lain yang seperti sudah dibicarakan pada rapat di komisi C. “mestinya dinas menyiapkan semua soal misalnya satu bulan disiapkan soal-soal untuk siswa, diberikan pada saat sudah normal kembali nanti satu bulan dijemput soal itu dan diberi lagi soal baru. Setiap saat setiap hari ada jam belajarnya anak paling tidak yang praktis secara manual seperti itu” ungkapnya.
Heri menambahkan, contoh dari sekolah di daerah kota yang sudah menerapkan sistem daring (online) seperti SD Marsudirini, yaitu jam sekian bisa ambil soal, kalau di desa-desa guru-guru bisa antar soal atau diumumkan setiap hari untuk setiap kelas akan diambil soal-soal yang diberikan. Paling tidak itu yang secara manual bisa dilakukan. Sehingga jadi bahan evaluasi juga anak naik kelas atau tidak.
Terkait sekolah-sekolah di desa yang tidak bisa dijangkau, Heri menyampaikan bahwa “sekarang Guru banyak apalagi sudah ditambah tenaga pengajar seperti kontrak guru mestinya sudah mulai bekerja merancang dengan sistem yang manual tadi, supaya bisa dijangkau semua jangan ada yang terlewatkan” ucapnya mengakhiri.
Salah satu guru SMA St. Thomas Aquinas Weetebula, Theodora Geny Theedens yang diwawancarai via seluler mengatakan “sebagai seorang guru, menurut saya pembelajaran via online dalam keadaan seperti ini adalah sebuah langkah yang harus diambil yang walaupun tidak efektif” katanya.
Dikatakan juga, kalau saya sesuai dengan kurikulum 13 bahwa siswa yang harus mencari, jadi saya memberikan sub materi sesuai KD (kompetensi Dasar) lalu siswa mempelajari apa yang tidak dipahami ditanyakan, tetapi untuk kita di Sumba cara ini cocok” ungkapnya.
Salah seorang Mahasiswa Universitas Katolik Darma Cendika, Jurusan Manajemen Perhotelan, Fakultas Ekonomi, Argy Bili yang diwawancarai media ini via seluler mengatakan bahwa hampir semua jenis aktivitas dilakukan secara online.
Terkait dengan jaringan Handphone Ia katakan “jaringan kadang parah dan ada gangguan, tugas juga kalau sudah dikirim kadang tidak masuk, Dosen juga hanya berikan materi dan tidak dijelaskan kemudian mereka langsung berikan soal” ungkapnya.
Argy menambahkan sistem pembelajaran online kurang maksimal karena biasanya ada yang dimengerti dan ada juga yang tidak dimengerti, tetapi Itu semua tergantung dari Mahasiswa itu sendiri, belajar atau tidak.
“menggunakan wifi juga kadang bermasalah jaringannya sering macet” singkatnya.
Argy juga menghimbau “kepada Pemerintah agar secepatnya mencari solusi supaya bisa mencegah Covid-19 ini dan tatap muka di Kampus bisa berjalan seperti semula” singkatnya mengakhiri.
Penulis : Dodi
Editor : Dd/pp