PASOLAPOS.COM – KODI, Suasana Pasola Yang Berlangsung di Lapangan Rara Winyo Kec. Kodi Kab. Sumba Barat Daya (SBD) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Sangat Ramai, Jumlah Penonton Kurang Lebih Ribuan Orang Yang Menyaksikan Dengan Seru Serta Aman.
Kegiatan saling lempar menggunakan lembing kayu di atas kuda itu suda lama sejak dari nenek moyang yang diturun temurunkan hingga sampai saat ini tetap dipertahankan oleh masyarakat Sumba Barat Daya terkhususnya daerah Kodi. Tidak ada saling membenci yang walaupun saling lempar dan bahkan ada yang berceceran darah akibat terkena lembing kayu saat saling lempar, namun dibalik itu tetap saling mencintai yang diutamakan setelah selesai antraksi itu.
Tradisi ini merupakan bagian dari upacara ritual Marapu di daerah Kodi, permohonan pengampunan Kepada Leluhur, serta rasa syukur atas kemakmuran dan hasil panen yang melimpah, perang damai dalam sebuah ritual adat ini dilaksanakan setiap tahun, perang ini juga dianggap sebagai pererat jalinan persaudaraan bagi orang Sumba.
Suasana pasola kali ini disaksikan oleh orang dari berbagai daerah, serta dari luar Negeri pun turut menyaksikan karena sangat penasaran dengan kesatria parah penggiat antraksi lembing yang sangat gagah diatas kuda.
Salah seorang yang dari Negara Jepang yakni “Sega Fukumi” yang turut hadir dalam antraksi pasola itu tampak terlihat mengagumi karena melihat setiap kuda yang lari berdekatan lalu saling melempar kayu lembing di atas kuda itu dengan sasarannya yang sangat tepat, serta terlihat linca berlaga diatas kuda guna menghindar dari serangan lawan agar tidak terkena dari lemparan lembing.
” Saya mau foto diatas kuda , bersama Rato adat” ungkap Orang Jepang setelah selesai antraksi pasola itu pada Selasa 14/02/2023.
Selain itu Tokoh adat yakni Danial katoda yang bertempat di kampung sakral Rangga Baki menyampaikan bahwa saat ini antraksi pasola berjalan dengan baik, pasalnya tahun kemarin pasti berakir dengan ricuh, jika suda ricuh pasti tidak menyenangkan bagi parah tamu yang turut menyaksikan dalam antraksi yang keramat itu.
Kenyamanan penonton belum dipertahankan serta tidak diperhatikan dengan baik, tribun penonton belum disediakan oleh pemerintah, serta jaringan Hp juga tidak ada dalam lapangan ini, sehingga membuat parah penonton merasa jenuh serta merasa bosan dengan situasi lapangan ini. Saya berharap kedepannya bisa diperhatikan dengan baik.
” Sayangnya kegiatan ini ditentukan oleh pemerintah, sebenarnya itu harus dari Rato adat sendiri tanpa ada intervensi dari siapapun” ungkapnya.
Katanya lagi bahwa induk dari lima lapangan dari tempat pasola di kodi itu lapangan Rara Winyo ini. Sehingga tidak salah jika lebih banyak orang yang menyaksikan. Saya sendiri ikut berlaga dalam antraksi pasola sejak umur 15 tahun, itupun saya belum pernah mendapatkan hal yang fatal dari lawan saya, bahkan jatuh dari kuda pun tidak pernah. Karena sebelum turun saya harus persiapan dengan baik, serta strategi dalam melempar dan menghindar dari serangan dari lawan itu yang paling utama dalam antraksi ini, ungkapnya.
” Agar tidak terkena kayu lembing, maka harus kontrol kestabilan emosional” tandasnya.
Strategi pasola itu perlu lebih jeli dalam berlaga, melempar dengan sasaran yang tepat, bukan hanya asal ramaikan saja. Katanya lagi dulu beda dari sekarang, kalau sekarang kebanyakan berakhir ricuh, itu karena miras , sehingga saya berharap agar antraksi ini tidak ada baur miras sehingga budaya ini tidak menimbulkan kesan yang tidak baik.
” Dulu hanya dinamika kecil di atas kuda, namun hanya sebentar saja, tapi sekarang mala penonton yang lebih banyak pengaruh mengakibatkan ricuh ” tandasnya.