PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN MENGURANGI KECINTAAN MANUSIA AKAN ALAM SEMESTA (KOSMOS)
Didukung Oleh: Pasolapos.com
Pengantar
Berbicara tentang lingkungan hidup artinya membicarakan tentang tempat tinggal kita. Tanpa disadari lingkungan kita semakin hari menunjukan bahwa semakin rusak. Kita melihat dan merasakan sendiri bagaimana perubahan lingkungan telah terjadi dan berdampak langsung pada kehidupan kita. Kerusakan bumi dan lingkungan hidup tidak tanpa alasan, kita merasakan sendiri bumi menjadi semakin panas, banjir, serta adanya pencemaran udara, air, dan tanah. Adanya kerusakan itu akan menimbulkan dampak negatif yang nyata bagi kehidupan manusia. Dengan adanya lingkungan hidup yang tercemar lalu rusak, maka hal ini menjadi ketidakadilan bagi ekologi. Pertanyaan yang muncul mengapa alam menjadi rusak? Salah satunya karena perkembangan ilmu pentehuan dan teknologi. Keserakahan manusia untuk mencari harta dan kekayaan menimbukan kehancuran alam yang amat dasyat. Pemboran, asap pabrik, penggunaan pestisida dan lain-lain semakin hari semakin merongrong keanekaragaman alam ini. Lalu pertanyaan yang muncul adalah apa yang harus kita perbuat dalam situasi seperti ini? Disini penulis menawarkan pelbagai macam cara untuk mengatasi problematika yang sedang kita hadapi bersama itu.
Kesadaran untuk Mencintai Alam
Berbicara tentang hidup ekologis, tentu pikiran kita dilemparkan ke dalam persatuan dengan alam semesta yang selama ini terasa terpisah sangat jauh. Banyak orang mengatakan manusia sekarang hidup terpisah dengan alam semesta. Namun, sebenarnya, manusia tak pernah akan bisa terpisah darinya. Yang sebenarnya terjadi adalah manusia kadang tak mampu menyadari bahwa dirinya terhubung dengan alam semesta. Manusia tak pernah bisa terlepas dengan alam semesta. Manusia memperoleh makanan dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Manusia bernafas dengan udara. Manusia minum air. Manusia menginjak tanah/bumi. Sementara itu, makhlukmakhluk vang dikonsumsi mnusia pun tak pernah menjadi makhluk vang independen. Mereka semua saling tergantung antar satu makhluk dengan makhluk laimnva membentuk jaring-jaring kchidupan.
Adalah kebohongan besar. jika manusia tercabut dari alam. Bahkann saat manusia mati pun, ia tak kuasa terpisah dari alam semesta. Tubuhnya mengalami pembusukan olch makhluk hidup kecil tak terlihat mata telanjang. Manusia selama ini hanva tidak bisa menyadari ketidakberdayaannya terpisah dari alam semesta. Dengan cara apapun manusia berusaha melepaskan diri. ia tetap terikat dengan alam semesta. Maka secara kodrat, manusia sebenarnya makhluk ekologis. Dia sebenarnya makhluk yang hanva bisa mendiami suatu tempat tertentu yakni bumi dan merajut interaksi dengan makhluk lainnya dengan membentuk jaring-jaring kehidudan rantai makanan. Manusia hanyalah salah satu makhluk ciptaan di antara sckian banyak ciptaan yang ada.
Kelemahan manusia adalah ia kehilangan kesadaran sebagai makhluk ekologis. Kehilangan kesadaran sebagai makhluk ekologis itu bahkan terjadi pada saat ia melakukan aktivitas yang sangat ekologis seperti makan, bernafas, minum, maupun sekresi. Semua aktivitas itu terkait dengan makhluk hidup yang lainnya. Maka, sebenarnya disadari atau tidak, manusia sebenarnya adalah makhluk ekologis yang kehidupannya sangat bergantung pada makhluk ciptaan lainnya. Manusia sama sekali tak pernah bisa menjadi makhluk hidup yang mandiri.
Bahaya hilangnya kesadaran ekologis
Alam semesta merupakan tempat hidup atau lingkungan hidup (oikoumene) serta sumber kehidupan (oikonomia) seluruh ciptaan baik organisme (mahluk hidup) dan anorganisme (benda-benda tidak hidup) Kondisi yang terlihat dan dialami saat ini menunjukkan kondisi alam semesta yang sedang mengalami kerusakan dan kesakitan luar biasa disebabkan berbagai permasalahan lingkungan bahkan bencana alam yang disebabkan ulah manusia. Manusia merusak lingkungan hidupnya sendiri yang mengakibatkan kerusakan/krisis ekologi. Krisis ekologi yang terdanam dalam diri manusia ini sebanrnya bukan hanaya mengancam kerusakan lingkungan alam tetapi juga semacam tindakan bunuh diri. Lingkungan alam sudah menyedikan segala jenis kebutuhan manusia, sandang, pangan dan papan termasuk juga udara dan oksigen yang memberikan kesehatan kepada manusia. Namun tindakan balas budi manusia terhadap lingkungan alam tidak diindahkan dengan baik. Sebagai akibatnya, manusia menerima ganjaranya yakni, mengalami krisis ekonomi, krisis kesehatan, krisis sosial, krisis budaya.
Dalam perkembangannya, manusia yang tak menyadari dirinya: bagian dari alam semesta, cenderung akan merasa terasing dengan alam semesta meskipun scbenarnya, ia sangat bergantung pada alam semesta terscbut. Orang yang demikian tidak lagi melihat alam semesta scbagai entitas yang harus dilestarikan supaya ia pun bisa lestari mengingat keduanya berada dalam simbiosis mutualisme. Alih-alih melestarikan alam, manusia hanya berpikir akan kepuasan dirinya. Dia tidak lagi melihat pentingnya akan relasi manusia dengan alam. Yang dipikirnya dan dilakukanya adalah kepuasan untuk manusia. Dia tidak lagi berpikir kemungkinan usahanya dapat mengancam kelestarian alam. Dia mungkin baru sadar ketika, akibat ulahnya, alam scmesta rusak. Alam semesta yang rusak mengancam hidupnya. la pun merasa terancam dan ketakutan lalu berbagai upaya menyelamatkan alam semesta dilakukan. Namun, upaya tersebut, didasarkan pada ketakutan bahwa kehidupannya terancam. Kesadaran untuk melestarikan alam baru terbatas pada ketakutan, belum sampai pada kesadaran bahwa sebagai sesama makhluk ciptaan sebenarnya terjaring hubungan saling ketergantungan dan saling menghidupi sebagai sesama warga kehidupan.
Karena manusia adalah makhluk ekologis, maka manusia semestinya menyadari hubungan itu. Menjadi manusia ekologis berarti dituntut untuk terlibat dalam gotong royong kchidupan. Gotong royong kehidupan itu juga menyangkut saling memberi dan menerima di antara sesama makhluk ciptaan. Dunia (bumi) ini adalah dunia (bumi) yang sudah teratur. Semua makhluk ciptaan hidup dalam sebuah tata hidup yang serba teratur. Masing-masing makhluk memiliki peran tertentu berdasar kodrat ciptaannya. Manusia bersama dengan ciptaan yang lain merupakan bagian dari lingkungan hidup dan keduanya mempunyai hubungan timbale balik yang amat erat. Lingkungan hidup menyediakan berbagai kebutuhan manusia, menentukan dan membentuk kepribadian, budaya, pola, dan model kehidupan masyarakat. Sedangkan manusia dengan segala kemampuannya dapat menentukan dan mempengaruhi perubahan-perubahan dalam lingkungan hidup. Jika manusia mampu hidup selaras dan seimbang dengan lingkungan hidup, kehidupannya dan kehidupan makhluk lain pun akan berlangsung dengan baik.
Sikap Itelektualitas dan Subjektifitas Manusia terhadap Alam
Bumi dan segala isinya tercipta dalam suatu tatanan atau aturan permainan yang khas, vang disebut hukum alam dan terintegrasi dengan penciptaan. Ekosistem makro adalah tatanan global unsur lingkungan hidup yang merupakan satu kesatuan tak terpisahkan dari satu sama lain dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan dan produktivitas lingkungan hidup. Di dalamnya, terdapat pelbagai mikro ekosistem (bagian-bagian dari bumi). Manusia sebagai makhluk insan yang berakal budi memang dituntut untuk memahami tatanan alam ini manakala hendak memanfaatkannya.
Dengan memahami dan menyadari relasi dan hukum alam tersebut, manusia diharapkan memperbaiki cara beradanya di bumi ini. Yang manusia lakukan terhadap alam ini juga akan berdampak bagi dirinya. Manusia ekologis adalah manusia yang senantiasa memakai segenap akal budinya dalam berlaku di bumi. Ia selalu menimbang-nimbang semua yang dilakukannya apakah berpotensi merusak alam atau tidak. Manusia ekologis diharapkan selalu berusaha untuk bertindak bijak dan selalu menjadikan keselamatan ekologis sebagai sesuatu yang diutamakan. Dia akan menghindari tindakan yang berisiko tinggi terhadap perusakan bumi. Sebaliknya, ia akan memilih tindakan yang berisiko rendah bahkan tanpa risiko terhadap kerusakan bumi.
Dalam hal itulah manusia ekologis mengandaikan dirinya sebagai manusia yang selalu mengandalkan kecerdasan ekologis. Akal budi yang dianugerahkan Tuhan pada manusia memumngkinkan itu. Manusia bisa menjadi tidak ekologis karena memang dirinya tidak memahami keberadaan dan posisi ekologisnya dalam hukum alam, atau yang kedua, dia sudah tahu bahwa tindakannya tidak ckologis, namun karena keserakah dan nafsu eksploitatifnya ia nekad menjadi tidak ekologis.
Kenekadan untuk menuruti keserakahan dan nafsu eksploitatifnya itu membuat relasi antara dirinya dengan alam semesta dan ciptaan lainnya rusak. Maka. ada harga yang harus dibayar jika relasi antara manusia dan alam semesta rusak. Manusia dan makhluk ciptaan lainnya pun terancam kehidupannya karena sistem jaring kehidupannya rusak. Dalam kondisi itu, manusia kalau masih ingin melanggengkan keberadaannya bersama ciptaan lain harus kembali dalam jaring kehidupan dan melakukan rekonsiliasi, menyambung relasi yang selama ini rusak. Maka, kembali berbuat baik kepada alam semesta dengan melakukan penghijauan, mengolola sampah, melindungi spesies yang bakal punah, bukan dalam kerangka karena manusia takut kehidupannya terancam. Namun, semua itu dilakukan sebagai bakti persembahan dalam kehidupan bersama. Di sana, dalam jarring jaring kehidupan, antarmakhluk saling memberi, juga menerima.
Dunia dewasa ini lebih mempriritaskan Antroposentrisme dan subjektifisme. Segala sesuatu hanya difokuskan untuk kepentingan manusia. Pencariaan akan harta dan kekayaan mengabitkan manusia tidak peduli lagi dengan alam yang menjadi sumber dan harta kekayaan manusia. Kapitalisme merajalela hingga tak tereelakan lagi bahwa eksploitasi besar-besaran terhadap alam pun terjadi. Manusia hanya memprioritaskan kehidupan moral antar sesama manusia, kebaikan, kedamaian dan kerukunan.Semuanya itu mengarah pada tujuan hidup bersama yakni hidup yang penuh solidaritas. Tetapi menjadi hal yang perluh diperhatikan bahwa solidaritas tidak hanya diperlukan bagi terciptanya masyarakat yang damai tetapi juga keseimbangan ekologis. Artinya jika ada solidaritas masyarakat maka juga harus ada solidaritas ekologis Solidaritas ini terungkap dalam kalimat ini:
Bumi ini bukanlah warisan dari orang tua kita, melainkan pinjaman dari anak cucu kita. Sikap appropriare (tidak menjadikan milik) mesti juga dihayati dalam relasi dengan alam. Dalam arti janganlah mengklaim segala yang baik diberian bumi ini pada kita sebagai milik kita melainkan memandangnya sebagai pinjaman terhadap kita.
Dengan pernyataan kita dapat mengambil makan, bahwa segala sesuatu tidak hanya diciptakaan untuk kita saja, tetapi juga untuk generasi yang akan datang. Tetapi jika manusia masih saja tidak menjaga keutuhan ekologis, maka seperti yang telah dijelaskan pada awal tulisan ini, manusia melakukan tindakan bunuh diri, bahkan membunuh keturunannya sediri. Oleh Karena itu, ketika kita mencintai alam sebanrnya kita juga sedang mencintai diri kita sendiri dan mencintai sesame kita.
Kesimpulan
Perkembangan mansia dari decade ke decade yang lain mengtar manusia pada kesadaran ekologis yang berbeda-beda. Dalam masa purba, manusia hidup berdampingan dengan alam. Kesatuan manusia dengan alam apad masa-masa itu melambangan relasi persaudaraan semesta. Manusia melihat alam itu sebagai bagian dari hidupnya. Alhasilnya, mausia yang hidup pada masa purba memiliki kemampuan untuk belajar dari alam. Mereka tidak membutuhkan jam, untuk menjadi patokan segera bangun pagi atau pun tidur malam, tetapi mereka dapat mendengar ayam bekokok dan suara jangkrik untuk menandakan waktu malam. Pada intinya manusia modern harus kembali menarik makna dan belajar lebih dari manusia-manusia primitif. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akan menjadi lebih sempurna apabila manusia modern kembali mencintai alam sebagai bagian dari dirinya. Merupakan suatu kemuduran besar dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, bila manusia tidak memperhatikan alam tercinta ini. Seperti yang telah dijelaskan pada awal tulisan ini, jika manusia tidak memperhatikan alam, maka pada saat itu ia sedangmelakukan tindakan bunuh diri. Bukan saja membunuh dirinya sendiri tetapi juga membunuh teori-teori yang mereka lahirkan. Oleh karena itu, alam semesta bukan hanya untuk dipelajari demi pemuasan dan perkebangan intelektualitas manusia ysng bersifat subketifitas serta individualitas, tetapi juga untuk dijaga dan dan dilindungi.
Lihatlah alam sebagai bagian dari dirimu. Alam adalah aku yang lain.
Penulis: Alexanser Laja Kila, ia adalah mahasiswa semester IV Fakultas Filsafat Universitas Katoli Wdya Mandira Kupang.