“PEREBUTAN TANAH DI DESA BALILOKU” SATU TURUNAN BELUM BERSEPAKAT

        WAIKABUBAK,PASOLAPOS.COM –Persoalan tanah 26 Hektar mengundang perhatian dari semua kalangan,bahkan DPRD Kabupaten Sumba Barat dari komisi A sudah memanggil Pertanahan (1/12/2022) untuk menjelaskan persoalan dalam pertemuan yang berlangsung di ruangan Komisi A atas belum ada hasilnya yang disepakati dari masalah tanah tersebut.

Keluarga Dattu Riddi (yang berdiri) bersama empat anggota DPRD Sumba Barat dan dua perwakilan pertanahan Sumba Barat,usai pertemuan.

DPRD komisi A menyarankan kepada pertanahan mengambil langkah yang tepat agar keluarga tidak menjadi retak juga saran dari Komisi A menyatukan kembali pihak keluarga yang “DIRUGIKAN” supaya jangan sampai persoalan ini berkepanjangan.

Hadir dalam pertemuan tersebut keluarga Datu Riddi dan 4 anggota DPRD komisi A juga dari pertanahan 3 orang.Sampai saat ini dari kedua kubu masing-masing mempertahankan hak milik,lokasi yang diperebutkan berada di Desa Baliloku yang telah di ukur oleh Kades Weehura bersama Pertanahan Sumba Barat, tanpa ada informasi kepada keluarga Datu Riddi bersama Sony Wolung hingga mengundang protes dan akhirnya sudah melayangkan 2 pucuk surat ke Pertanahan untuk pembatalan surat tersebut,juga dikirim ke instansi beberapa terkait termasuk insan pers.

Kepala Pertanahan Sumba Barat, Yance Andrianus Talan,S.ST, jelaskan lokasi tersebut belum dapat diperjualbelikan.

Kepala pertanahan Sumba Barat saat ditemui di ruangan hari Kamis,(8/12/2022) menyampaikan berbuntut Datu Riddi dan kawan-kawan melayangkan surat keberatan di Kantor Pertanahan Sumba Barat,sebelum surat keberatan dilayangkan kami sudah terbitkan sertifikat dari kantor Pertanahan Nasional, melalui Pertanahan Sumba Barat ada 10 yang diterbitkan dari luas lokasi 22 ha dengan hamparan berdekatan,Jelas Yance pada media.

selama surat keberatan atas tanah masih diperebutkan akan menjadi catatan khusus dari kami, sehingga nomor sertifikat tanah itu untuk saat ini kami belum memberikan ijin untuk diperjual belikan, tambahnya.

Yance Anderianus Talan,S.ST, dirinya menjelaskan pembatalan sertifikat pada media bahwa,

“kami hanya menunggu keputusan pengadilan jikalau masih ada mediasi dari kedua keluarga dalam keputusan yang disepakati hasilnya bagaimanapun kami mengikuti apa isi kesepakatan secara tertulis dari keputusan”ungkapnya.

 

Mengenai pengeluhan dan protes dari Datu Riddi dan Sony Wolung bersama kawan-kawan menyangkut yang diberikan sertifikat yang tidak ada sangkut paut tentang silsilah keturunan keluarga Datu Riddi dan alm. Laiya Wolu,Yance menjelaskan “kami tinggal menunggu keputusan dari kedua pihak keluarga,bisa digantikan namanya sesuai keinginan keluarga”, pungkasnya.

Salah satu perwakilan keluarga,Sony Wolung, mempertahankan hak atas tanah tersebut.

 

Datu Riddi dan keluarga melayangkan surat untuk membatalkan penerbitan sertifikat atas tanah seluas 26 hektar tersebut tepat berada di wilayah Desa Bali Loku, Kecamatan Wanukaka, Sumba Barat,dengan alasan tanah ini  yang diwariskan oleh Alm.Laiya Wolu kepada Datu Riddi anak istri pertama dan cucu yang paling besar wajar kalau kami melakukan protes,tandasnya.

 

Datu Riddi sudah melayangkan surat ke Pertanahan untuk pembatalan sertifikat belum mendapatkan respon dari pihak Pertanahan Sumba Barat.Untuk meyakinkan, Datu Riddi menuturkan silsilah keturunan almarhum Laiya Wolu, dirinya merupakan anak dari istri pertama almarhum Laiya Wolu sehingga ia yang mendapat warisan tanah yang berada di Desa Bali Loku,Kecamatan Wanukaka,ucap Datu Riddi.

 

Dia juga menjelaskan kalau Kades Weehura anak istri ke empat yang tidak pantas membagikan tanah pada orang yang tidak ada kaitan silsilah keturunan dari Laiya Wolu, lalu sampai pada saat ini Duangu Mangga (Kades Weehura) belum ada pertemuan dengan kami anak istri terdahulu. Maka kami lakukan protes pembatalan sertifikat dengan alasan pada tahun 1960 ayah saya alm. Laiya Wolu menggarap lokasi ini,membangun rumah,ada bekas kandang kerbau yang dipagari batu karang,ada bekas kebun dan bukti-bukti lainnya membuat kami layangkan surat pembatalan,saya ini merupakan anak sulungnya dari cucu pertama alm.Datu Riddi dan Laiya Wolu, ucapnya.

Mana bisa, anak dari istri keempat yakni Kepala Desa Weihura, Duangu Magga telah melakukan pengukuran tanah secara sepihak,tambahnya.

Kades Weehura yang dikonfirmasi berulang kali dari media selalu saja enggan menerima,hanya menjawab ketika berbicara via telepon “lokasi itu milik saya”,

tidak menjelaskan tentang kronologis asal usul tanah.

Media meminta untuk ketemu Kades tetap enggan bertemu dengan alasan terakhir menjawab “saya lagi sakit,belum ingin bertemu”.

 

Tinggalkan Balasan