PasolaPos.com-Kata persepsi tentunya sudah tidak asing lagi di telinga setiap orang karena kata ini seringkali digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Secara etimologis kata persepsi atau dalam bahasa Inggris “perception” berasal dari bahasa Latin ”percipere” yang artinya menerima atau mengambil. Sehingga persepsi merupakan pengalaman tentang suatu peristiwa yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Persepsi adalah pandangan secara umum atau global mengenai suatu objek yang dilihat dari beberapa aspek yang dapat dipahami oleh individu. Thoha dalam Ramadhan (2009), menjelaskan bahwa persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam memahami setiap informasi tentang lingkungannya baik melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Untuk itu, munculnya persepsi pada setiap individu diakibatkan karena adanya stimulus berupa peristiwa atau informasi di lingkungan sekitar sehingga pemberian makna dari stimulus-stimulus tersebut itulah yang disebut persepsi.
Berbagai informasi dan peristiwa yang dimaknai oleh setiap individu tentunya memiliki sudut pandang yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan setiap individu memiliki pola pikir, cara pandang dan pengetahuan kognitif yang berbeda pula. Untuk itu, dengan keunikan dan perbedaan-perbedaan yang dimiliki setiap individu tentunya dalam mengartikan dan memberikan pemahaman atau pandangan atas suatu peristiwa atau informasi dapat menyebabkan adanya perbedaan pendapat atau persepsi.
Sesuai realitas yang terjadi saat ini, perbedaan persepsi sering terjadi di kalangan manapun, baik dalam sebuah lembaga, keluarga, organisasi, komunitas atau kelompok tertentu. Perbedaan persepsi merupakan hal wajar dan lumrah dialami oleh setiap orang. Perbedaan persepsi tentu dapat memberikan dampak positif ataupun juga negatif, tergantung bagaimana cara kedua bela pihak atau kedua kubuh memahami setiap pandangan yang diutarakan oleh lawan bicara. Namun, berbeda halnya jika perbedaan pandangan atau persepsi ini tidak dipahami atau dimaknai dengan baik oleh setiap orang maka tentu akan menimbulkan persolaan yang berujung pada konflik antar kedua bela pihak.
Konflik merupakan sebuah persoalan yang kerap terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Konflik pada dasarnya dapat bersifat negatif (merugikan) tetapi sekaligus dapat pula bersifat positif (menguntungkan) tergantung bagaimana cara mengelolanya. Jika konflik tidak dapat dikelola dengan baik maka pasti akan mendatangkan hal yang negatif dan bisa berakibat fatal.
Saat ini khususnya di pulau Sumba kerap kali ditemukan adanya konflik yang sangat marak terjadi terutama dalam lingkungan keluarga antar saudara bersaudara kandung (Kakak beradik). Hal ini terjadi biasanya disebabkan oleh adanya perbedaan persepsi.
Perbedaan persepsi dalam keluarga khususnya di Sumba ini disebabkan oleh banyak hal, diantaranya yaitu soal pembagian warisan, pembangunan rumah besar (rumah adat) ataupun pertemuan keluarga yang dilaksanakan untuk urusan-urusan tertentu yang melibatkan saudara bersaudara kandung serta seluruh keluarga besar dalam satu garis keturunan untuk menyampaikan pandangan atas sebuah peristiwa atau sebuah persoalan yang dihadapi.
Biasanya, pandangan atau persepsi dari masing-masing individu (kakak beradik) akan sangat dibutuhkan jika di rumah besar (rumah tempat orang tua mereka tinggal) diadakan sebuah pertemuan yang sangat penting untuk membahas sebuah hal yang akan dilaksanakan seperti pembangunan rumah besar (rumah adat), pertemuan tentang pembelisan atau pindah perempuan dan pertemuan pembagian warisan.
Ketiga contoh yang menjadi pokok pertemuan keluarga tersebut sangat membutuhkan pandangan atau persepsi dari masing-masing individu (kakak beradik) agar apa yang menjadi tujuan atau impian bersama dapat terwujud dan hal ini sangat berkaitan dengan hal-hal yang akan ditanggung masing-masing individu untuk memenuhi semua kebutuhan (baik materi maupun material) pada saat acara akan berlangsung.
Biasanya dalam forum yang sudah dihadiri oleh mereka yang merupakan saudara kandung, pertemuan akan dipimpin oleh salah satu jubir (juru bicara), biasanya dipandu atau dipimpin oleh yang paling kakak (sulung) karena ini merupakan pertemuan internal dalam keluarga. Jubir biasanya menjelaskan maksud dan tujuan pertemuan diadakan, lalu memberikan kesempatan kepada masing-masing individu untuk memberikan pendapat atau pandangan dari permasalahan yang dibahas atau dibicarakan.
Dari sinilah muncul perdebatan apabila terdapat pandangan yang tidak sejalan dengan arah pemikiran atau tujuan dari pembahasan persoalan. Sehingga bibit-bibit konflik akan muncul dan memuncak ketika ada pihak yang tetap mempertahankan pendapat atau pandangannya dan juga menyerang dengan melontarkan kata atau bahasa yang menyakiti perasaan orang lain.
Sesuai realitas yang sering terjadi, ketika masing-masing pihak (kakak baradik) tetap mempertahankan pandangannya, maka akan terjadi aksi saling serang baik secara verbal ataupun secara fisik. Biasanya yang terjadi di pulau Sumba, konflik ini muncul diawali dengan aksi saling menunjuk dan bahkan sampai ronggeng sebagai simbol untuk mempertahankan pandangan dan kedudukan (tidak mau direndahkan) atau menunjukkan bahwa dirinya yang benar. Jika sudah demikian, maka akan membuat konflik semakin memanas dan akan memiliki dampak yang berkepanjangan, dan menambah konflik baru sehingga akan rumit menemukan solusi atau titik temu dari persoalan yang dihadapi.
Konflik antar saudara kandung ini membawa dampak negatif terhadap perkembangan mental baik dari segi sikap dan cara berpikir. Konflik ini biasanya dapat memakan korban jiwa yang menyebabkan dendam berkepanjangan yang membuat hubungan kedua bersaudara tidak lagi baik. Bahkan masing-masing pihak yang berkonflik akan membentuk dan memiliki kubuh masing-masing untuk saling menyerang satu sama lain.
Nyawa yang melayang bukan lagi menjadi hal yang memprihatinkan melainkan adanya korban jiwa dilihat sebagai bentuk kemenangan dari pihak yang berhasil menyerang. Hubungan saudara kandung bukan lagi menjadi hal yang penting, melainkan kedudukan dan harga dirilah yang paling diutamakan walaupun nyawa menjadi taruhan.
Konflik yang terjadi di atas disebabkan oleh perbedaan pendirian dan perasaan dari masing-masing individu yang berkonflik, serta kurangnya membangun interaksi komunikasi yang baik dengan lawan bicara. Sudarmanto dkk (2021), menjelaskan bahwa setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Untuk itu perbedaan pendirian dan perasaan akan membawa banyak dampak yang dapat mempengaruhi situasi dan suasana dari sebuah hal yang sedang dibicarakan. Perbedaan pendirian dan perasaan jika tidak dapat diolah dengan baik oleh setiap individu, maka akan menimbulkan konflik yang cukup serius dan akan memberikan dampak yang fatal.
Lebih lanjut, Sudarmanto dkk (2021) menjelaskan bahwa Konflik merupakan permainan kekuasaan di antara kedua belah pihak yang terlibat konflik. Jika pihak yang terlibat konflik merasa mempunyai kekuasaan lebih besar dari lawan konfliknya, kemungkinan besar, ia tidak mau mengalah dalam interaksi konflik.
Dari pernyataan ini sangat jelas bahwa di Pulau Sumba peran dan tanggungjawab sang kakak (sulung) sangat besar atau memiliki kedudukan yang sedikit berbeda dari saudaranya yang lain. Namun dibeberapa tempat-tempat tertentu ada yang menggunakan kekuasaannya dengan kurang bijaksana. Sehingga yang paling kakak selalu merasa memiliki peran yang lebih banyak atau memiliki kedudukan lebih dibandingkan dengan saudara-saudara lainnya.
Dengan demikian sikap ego sang kakak yang tetap mempertahankan kedudukan dan menggunakan kekuasannya untuk mempertahankan argumennya. Berdampak pada terjadinya konflik antar saudara bersaudara.
Konflik antar saudara ini juga di pengaruhi oleh minimnya cara membangun komunikasi yang baik. Proses komunikasi yang kurang baik juga merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan terjadinya konflik, karena kata-kata yang dilontarkan jika tidak diperhatikan maka akan menyakiti hati dan perasaan lawan bicara. Bagi orang Sumba, harga diri, kedudukan dan penghormatan kepada nama baik adalah hal yang paling diutamakan. Sehingga, jika ada salah satu kata yang membuat hati individu tersinggung dan merasa bahwa dirinya tidak dihargai maka akan memicu pada konflik berkepanjangan.
Selain itu juga, konflik dapat terjadi karena tidak akurnya antar saudara bersaudara kandung. Sebab masing-masing individu (kaka beradik) jika sudah terbiasa berkonflik dan memiliki perasaan tidak suka, benci, iri hati atau cemburu satu sama lain maka akan menjadi pemicuh untuk terjadinya konflik yang lebih besar.
Konflik ini terbawa secara terus menerus dan dalam kesempatan apapun akan ditunjukan, tidak ada lagi sikap saling mendengarkan, menghargai pandangan satu sama lain dan sikap mau menang sendiri akan lebih dominan karena momen inilah yang digunakan untuk saling menyerang demi memenuhi kepentingan atau tujuan sendiri.
Konflik salah satu hal yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan, apa lagi jika berada dalam sebuah lembaga, kelompok, organisasi dan komunitas. Untuk itu, cara yang dilakukan untuk menyelesaikan konflik ini yaitu dengan melakukan pendekatan kepada kedua pihak atau kedua individu yang berkonflik oleh orang yang memiliki kemampuan dalam memediasi. Kedua individu yang berkonflik dipanggil dan diberikan kesempatan untuk menyampaikan apa saja yang mereka rasakan atau saling terbuka satu sama lain. Memberikan mereka kesempatan untuk bisa berbicara dari hati ke hati agar terciptanya suasana yang lebih tenang dan damai.
Sesuai realitas yang terjadi di Sumba, proses pendamaian bagi mereka yang berkonflik biasanya diselesaikan dengan cara budaya yakni saling selempang kain ataupun cium hidung dan berpelukan. Ini dilakukan apabila konfliknya kecil dan melibatkan internal keluarga. Namun berbeda halnya apabila konflik yang dialami cukup besar biasanya akan membutuhkan materi yang cukup besar pula seperti membakar hewan ternak berupa ayam ataupun babi serta melibatkan tua-tua adat atau juga aparat hukum.
Dilihat dari sisi ekonomi tentu hal ini cukup merugikan, namun nyatanya proses ini tidak juga memberikan efek jerah bagi mereka yang berkonflik, karena setelah berdamai atau proses tersebut dijalankan tetap saja masih berkonflik. Dari kondisi yang di alami ini tentu sangat dibutuhkan keiklasan dan ketulusan dari masing-masing individu untuk saling memaafkan.
Untuk dapat menghindari atau mencegah dampak negatif dari konflik mengenai perbedaan persepsi antar saudara kandung (kakak beradik) di atas, maka hal yang harus dilakukan yaitu perlunya masing-masing individu untuk dapat mengontrol dan mengelolah sikap dan mental. Sebab, setiap argumen yang diberikan atau diterima harus bisa dicernah atau dikelola dengan baik agar bisa memberikan dan membuahkan keputusan yang baik.
Sudarmanto dkk (2021) menjelaskan bahwa Konflik merupakan proses interaksi komunikasi di antara pihak-pihak yang terlibat konflik. Jika proses komunikasi berjalan dengan baik, pesan kedua belah pihak akan saling dimengerti dan diterima secara persuasif, tanpa gangguan dan menggunakan humor yang segar. Dengan menggunakan komunikasi interpersonal yang dianggap efektif, akan dapat memahami pesan dengan benar, dan memberikan respons sesuai dengan yang diinginkan.
Sehingga, untuk menghindari atau mengatasi agar konflik jangan berkepanjangan dan berakibat fatal, masing-masing individu harus memiliki proses interkasi komunikasi yang baik sehingga setiap argumen yang disampaikan dapat sama-sama diterima dengan baik serta sama-sama mendapatkan respon yang positif.
Selain itu juga, perlunya menciptakan situasi atau suasana yang lebih menyenangkan agar suasana tidak menjadi tegang, dengan demikian masing-masing individu lebih rileks dalam memberikan pandangan atau pendapat serta dapat diterima dan direspon dengan baik.
Selain itu juga perlunya untuk menurunkan ego setiap individu. Sikap mau menang sendiri harus bisa diredam, supaya ketika berada dalam sebuah forum individu dapat melihat dan menganalisis dengan baik arah dan tujuan dari hal yang sedang dibicarakan. Serta memiliki sikap profesional untuk dapat menerima setiap masukan, kritikan dan saran dari orang lain. Dengan begitu masing-masing individu dapat secara bersama-sama mencari solusi, mencari akar permasalahan dari hal yang dibahas dan pada akhirnya dapat menyimpulkan secara bersama hasil dari yang menjadi tujuan bersama.
Perlunya memiliki sikap rendah hati serta memiliki kesadaran penuh akan pentingnya sebuah kekompakan dan persatuan sehingga apa yang menjadi tujuan dan harapan dapat tercapai demi kehormonisan hidup antar saudara bersaudara.