Didukung Oleh PASOLAPOS.COM
Kornelius Ronaldo osa Bulu
Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandira
Kupang
Upaya untuk meraih atau memperebutkan kekuasaan senantiasa mewarnai dinamika politik suatu Negara demokrasi, termasuk Indonesia.
Sayangnya acap kali perebutan kekuasaan ini ditempuh melalui jalur-jalur irasional dan immoral seperti kekerasan (verbal bahkan fisik), propaganda kebohongan yang riuh di sosial media, permainan isu SARA, dan lain sebagainya. Paling kurang dalam dua decade terakhir ini kita menyaksikan sejumlah perhelatan politik yang kerap diwarnai dengan tindakan destruktif. Perseteruan anatar pendukung masing-masing pasangan calon, merepresentasikan kedangkalan politik yang nyata memecah belah keutuhan bangsa dan Negara.
Pertarungan politik seolah menjadi ajang pelampiasan emosi dan hasrat berkuasa (The will to power) yang tak terbendung.
Berhadapan dengan situasi ini kita perlu sebuah budaya politik yang manusiawi, sopan,terbuka, dan singkatnya sebuah budaya politik yang efektif daan tidak memalukan.kita mau menadi bangsa yang beradab dan mewujudkan suatu politik yang manusiawi dan beradab.
Budaya politik itu merupakan keseluruhan kebiasaan dalam bersikap menanggapi atau masuk dalam zona politik. Suatu suasana dalam segala persaingan dan perebutan kekuasan politik tetap menjamin kelakuan yang bermartabat. Kita mengharapkan sebuah budaya politik nasional yang menunjang kepercayaan diri yang sehat, di mana masing-masing pihak tahu diri, dengan kemampuan untuk merelatifkan diri, untuk melihat keseluruhan dan untuk tetap bersahabat sebagai orang yang dewasa dan beradab.
Aktifitas berpolitik mengenal persahabatan atau dalam societas yang beradap haruslah dimungkinkan persahabatan politik. Bangsa Indonesia memiliki banyak episode persahabatan dalam politik.tata hidup bersama yang indah tidak bisa dibayangkan tanpa hadirnya kebersamaan di antara sahabat. Persahabatan adalah jembatan penyebrangan yang mengatasi sekat atau tembok apapun. Persahabatan merupakan bagian kental dari keberadaan dan hidup bangsa Indonesia secara keseluruhan. Persahabatan bukan istilah kosong, namun bersentuhan dengan eksistensi manusia Indonesia secara nyata. Maka mungkin tidak berlebihan jika kita menyadari bahwa Indonesia lahir dari persahabatan efektif dari para pendirinya, the founding fathers.
Membangun budaya persahabatan politik juga bukan perkara membungkam kritik. Seorang sahabat yang sejati adalah ia yang mampu menyampaikan kritik terhadap sesamanya, atau aspirasinya secara tepat. Artinya disampaikan secara tegas dan transparan sambil tetap memperhatikan etika komunikasi public, berargumentasi secara ad rem, an argument to matter, bukan bermain tataran pada argumentum ad hominem. Budaya persahabatan itu tidak dibangun di atas fondasi kong kali kong, suap menyuap, atau baku puji, hanya untuk sekedar menghindari silang pendapat atau konfrontasi idealisme.
Di dalam budaya persahabatan politik di akui adanya perbedaan aneka ragam sudut pandang, dan kekayaan dari sekian banyak potensi individu yang mesti dikelolah secara efektif sehingga tidak menimbulkan perpecahan yang merugikan masyarakat luas, barbarisme dan kemudian mendegradasi mutu perpolitikan kia.