Opini  

Laga Lete Berbenah Diri Menuju Desa SMA

Kepala Desa Laga Lete (Bernardus Bulu Malo bersama DANDIM Sumba Barat Daya (Sigit P. U)

Tambolaka, PP- Melakukan sebuah perubahan bukanlah hal mudah jika tanpa tekad yang keras, keinginan kuat, dan modal keyakinan. Apalagi jika berhadapan dengan situasi yang sudah hampir menjadi sebuah tradisi, karena tantangannya tidaklah enteng.

Terkadang rasa putus asa begitu dekat di depan mata, manakala berhadapan dengan berbagai tantangan tersebut.
Inilah yang dialami seorang Bernardus Bulu, Kepala Desa Laga Lete, Kecamatan Wewewa Barat. Kepala desa yang baru menjabat pada awal Januari 2016 ini, memiliki ambisi kuat untuk merubah wajah desanya menjadi lebih baik, walau didera banyak tantangan. Namun dukungan masyarakat yang telah memilihnya saat pilkades lalu, memberinya energi semangat. Ia pun tidak merasa sendirian memikul tanggung jawab ini.

Langkah awal yang dilakukan Bernardus adalah merangkul semua pihak yang menjadi lawan politiknya dalam pilkades lalu. Ia mengajak mereka untuk sama-sama menyingsingkan lengan baju membenahi Desa Laga Lete, dengan memberi ruang melalui jabatan sebagai perangkat desa. Bukan sebaliknya, seperti yang lazim terjadi di mana-mana, saat terpilih menjadi pimpinan mereka yang berseberangan dan pernah menjadi lawan politik akan digilas habis.

“Saya tidak meniru orang lain, ketika sudah terpilih maka semua lawan politik bersama pendukung lawannya dimusuhi dan tidak diberi ruang untuk turut ambil andil dalam pemerintahan. Gaya politik dan pemerintahan seperti itu akan membawa petaka karena makin memperuncing perpecahan. Pemimpin yang bergaya seperti itu menunjukkan bahwa sesungguhnya ia bukanlah pemimpin dan masih berpikiran kolot. Bagi saya persaingan cuma ada dalam kompetisi, begitu kompetisinya selesai tidak ada lagi lawan,” ungkapnya.

Berkat karakter kepemimpinannya, pelan tapi pasti desa ini mulai menampilkan perubahan. Laga Lete adalah sebuah desa baru hasil pemekaran desa Kabali Dana pada tahun 2011 lalu. Karakter masyarakatnya yang majemuk, menuntut kearifan sang kepala desa agar bisa mensinergikan berbagai perbedaan itu menjadi satu kekuatan untuk kemajuan desa. Jika tidak piawai, keberagaman ini bisa saling berbenturan mencari keinginannya masing-masing yang dapat berujung resiko. Di sinilah peran dan kapabilitas kepala desa dibutuhkan.
Jika dikilas-balik jejak sang kades ini, sesungguhnya ia bukanlah seorang yang telah lama terlibat dalam urusan pemerintahan desa. Bahkan sebelumnya, tak satu pun jabatan pemerintahan desa yang pernah diembannya. Bernardus lebih dikenal sebagai pegiat kelompok tani, dan itu pun dilakoninya di Bajawa, Kabupaten Ngada tempat dimana ia menimba banyak pengalaman berharga, sekaligus menemukan pendamping hidup.

Puluhan tahun di tanah orang, ia pun tergerak untuk kembali ke kampung halaman. Pengalamannya berkecimpung di kelompok tani saat masih di Bajawa ditularkan di kampung halaman. Inilah yang akhirnya membuat ia didorong untuk maju dalam bursa pemilihan kepala desa definitif. Dan terbukti, konsep pembangunan yang diterapkannya perlahan mulai menampakkan hasilnya.

“Konsep saya tidak muluk-muluk, sederhana dan simpel. Kalau terlalu rumit orang desa tidak akan paham. Keseharian dan cara berpikir orang desa sederhana sekali, tidak menuntut yang berlebihan. Yang terpenting bagi mereka, tidak lapar, bisa sekolahkan anak, kesehatan terjamin, itu sudah cukup. Karena itu visi-misi saya sederhana juga, yakni menuju desa SMA, sejahtera, mandiri, dan aman,” urainya lebih lanjut.

Dengan konsep pembangunan berlatar-belakang pertanian, maka jelas bidang inilah yang menjadi nadi utama penggerak ekonomi di desa ini. Kelompok tani menjadi pilar yang menopang aktivitas pembangunan desa, sekaligus mewadahi kepentingan petani secara terorganisir. Akses penyuluhan, pendampingan, dan alokasi bantuan pemerintah makin dipermudah lewat wadah kelompok tani yang ada di Laga Lete.

Sayangnya, sebagai desa baru belum banyak sentuhan pembangunan yang dirasakan warga. Pun demikian dengan kelompok tani yang sudah mulai banyak di desa ini. Dana Desa yang baru saja dicairkan untuk tahap kedua belum begitu terasa, karena tersedot banyak untuk pembangunan jalan dan pemberdayaan. Karena konsep awal kepala desa dan seluruh pemangku kepentingan di desa adalah pemberdayaan masyarakat. Yang lebih dominan diprogramkan adalah bantuan pembuatan PAH, rehabilitasi rumah tidak layak huni dan subsidi penerangan listrik.

Kades Laga Lete meninjau gedung Paud bersama warga

Potensi lokal desa pun butuh sentuhan dari pihak luar. Seperti pengembangan tanaman jahe dan kopi unggul. Kebutuhan air bersih pun menjadi salah satu hal yang vital. Sumur bor adalah alternatif terbaik. Alat pertanian pun diperlukan untuk menunjang peningkatan produksi. Sedangkan di bidang pendidikan sudah dimulai dengan didirikannya sebuah SMP swasta.

Kades Laga Lete meninjau jalan baru bersama warga

“Kami sangat mengharapkan bantuan pemda. Kalau bisa dibantu bibit jahe dan kopi unggul, karena potensi pengembangannya di desa ini sangat menjanjikan. Hal lain adalah kebutuhan air bersih dan alat pertanian. Di sini ada titik sumber air yang bisa dimanfaatkan, seandainya pemda membantu dengan membuat sumur bor. Di bidang pendidikan, kalau memungkinkan dibangun sebuah SMP yang layak karena sangat dibutuhkan,” harapnya.

Walau baru memasuki tahun ketiga, kepemimpinan Bernardus Bulu sangat jauh berbeda dengan kepala desa lainnya. Terbukti, berbagai hasil pembangunan yang bersumber dari Dana Desa telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Untuk tahun 2019 ada jalan sepanjang 1.250 meter, membelah bukit untuk membuka akses bagi Kampung Kanguruka dari keterisolasian yang sudah membelenggu kampung tersebut selama puluhan tahun. Satu hal sederhana namun bermakna yang belum dilakukan di desa lain telah ditunjukkan Bernardus. Kegiatan ini terlihat sepele, tapi sarat pesan moril untuk membawa perubahan Laga Lete menuju Desa SMA.
( Paul )

Tinggalkan Balasan