KORELASI ANTARA IMAN DAN RASIO
(Relevansi Pada Hidup Dan Pemikiran Santo Agustinus)
Yohanes vianney Ngga’a
Fakultas Filsafat UNWIRA- Kupang
Pendalaman tentang hidup dalam mengenal dan memahami sesuatu yang berada dalam dirinya maupun yang ada di luar dirinya, tidak terlepas dari keterlibatan manusia terhadap perbincangan atas dua hal ini yakni iman dan rasio. Sesungguhnya telah sekian lama dua hal ini menjadi perbincangan di seputar para teolog dan filsuf, juga para ilmuan, serta tanpa kemustahilan bagi rakyat jelata untuk memperbincangkan kedua hal ini karena tahapan mengenal berlaku bagi semua orang, jadi wadah keduanya yakni iman dan rasio merupakan topik universal yang menjadi loyalitas dalam perbincangan masyarakat. Begitu menarik dalam menggali topik ini sebab telah diperbincangkan serta juga dipraktekan oleh para filsuf dan teolog dan juga para ilmuan yang terdahulu.
Defenisi dari kata korelasi berarti mengandung arti sebagai hubungan timbal balik atau sebab akibat, maka dengan pendefenisian demikian, dapat dipastikan secara signifikan bahwa pendalaman antara kedua topik ini hendaknya menjadi relasi yang saling mengisi, yakni sama-sama memiliki peranan penting dalam dinamika kosmos sebagaimana yang diungkapkan oleh Joko Siswanto bahwa ada dua peranan penting yakni Kreasionisme (penciptaan) dan teori Evolusi (sains). Untuk mendukung kedua topik ini maka diperlukan alternatif yang hidup dari setiap perkembangan, baik itu iman maupun rasio. Kata iman mengandung pengertian keyakinan yang berkenaan dengan agama atau kepercayaan tertentu, sedangkan kata rasio, dimaksudkan dengan berpikir sehat atau akal sehat. dengan demikian dapat dipahami untuk setiap keberlakuan dalam hidup pastinya berjalan dalam dua wadah ini, jadi iman dapat beririsan dengan rasio, begitu juga rasio dapat beririsan dengan iman, akan tetapi pengalaman yang tercermin dalam dinamika kosmos bahwa baik iman maupun rasio juga memiliki perselisian atau adanya pihak oposisi yang tidak lain diperdebatkan secara terus-menerus oleh masyarakat, dan keduanya berkembang menjadi suatu problematika yang tidak sederhana. Bahkan seorang filsuf Amerika Gordon H. Clark memberikan kesimpulan mengenai gambaran umum dengan menyatakan bahwa kadang-kadang penggunaan istilah iman dan rasio sampai secara virtual diidentikan, sementara pada konteks tertentu keduanya berkoperasi secara akrab, namun yang paling sering terjadi adalah iman dan rasio sering kali beroposisi. Kalangan ilmuan tak jarang menghujat kalangan agamawan sebagai kaum yang tak rasional, pernyataan ini didasarkan pada contoh konkret dari tokoh ilmuwan terkenal yakni Galileo dan Darwin. Hal sesungguhnya yang hendak disadari bahwa kita sedang dihadapi dengan situasi yang unik, di mana situasi yang dipertentangkan dengan dua sumber (iman dan ratio) yang menjadi acuan pada tatanan kosmos. Hal ini juga disampaikan oleh Paus Yohanes Paulus II, dalam ensikliknya Fides Et Ratio. Paus menekankan betapa pentingnya merumuskan korelasi antara iman dan rasio, ia menyeruhkan bahwa keduanya memulihkan kembali kesatuan mereka yang mendalam, yang mampu menyebabkan mereka untuk berdiri secara selaras dengan sifat-sifat mereka dengan tidak mengorbankan kemendirian mereka sendiri, Paus memperhatikan tendensi yang akan terjadi, dimana dunia semakin mengedepankan ilmu pengetahuan sebagai loyalitas kehidupan, serta mengesampingkan nilai-nilai kristiani. Paus menerbitkan ensiklik ini tidak lain dalam upaya untuk merumuskan interaksi mutual(saling menguntungkan), antara disiplin filsafat dan teologi sebagaimana kalangan Teolog Katolik Roma menaruh minat intens atas filsafat. Dengan melihat situasi ini maka seorang filsuf dan juga teologi Kristen bernama Agustinus berupaya menengahkan keduanya agar saling berjalan bersama dalam dinamika kosmos.
Korelasi Iman dan Rasio versi Santo Agustinus
Agustinus adalah seorang filsuf dan teolog Kristen yang namanya begitu masyur bagi kalangan Gereja Protestan dan juga Gereja Katolik Roma, Ia memberikan banyak kontribus pikiran-pikiran logis dan sistematis dalam abad pertengahan di mana pada saat itu, secara khususnya di era reformasi. Agustinus seorang yang menekankan kehendak atau perintah Ilahi (divine command) yang menentukan apakah suatu tindakan itu benar atau salah. Gereja katolik Roma memberikannya gelar santo sebab gaya hidup yang mencerminkan iman Kristiani serta sumbangan-sumbangan pemikirannya dalam mempertahankan iman Kristiani. Jadi dengan jelas bahwa keterarahan hidup Agustinus seluruhnya dipersembahkan untuk Allah tetapi ia tidak mendasarkan diri pada keyakinan yang tidak dilandaskan pada kemampuan rasio untuk sampai pada pemahaman. Bagi Agustinus rasio memampukan manusia untuk sampai pada suatu pemahaman sehingga dengan logis ia menyusun teologi kristen secara sistematis. Dalam menjalankan tugasnya kegembalaannya, ia terpangiil untuk melindungi kawanan domba dari keterpecahan sambil memerangi kaum bidaah. Bidaah pertama ia melawan Donatisme, ia menuliskan surat-surat pribadi dan dalam surat-surat tersebut ia berusaha untuk meyakinkan para pembesar aliran Donatisme untuk meninggalkan kesesatan ajaran mereka, ia juga mengajak mereka untuk berdialog tetapi selalu ditolak bahkan Agustinus sendiri di anggap oleh mereka sebagai seorang yang “menyesatkan pikiran orang”, karena tuduhan inilah Agustinus dengan berani membuktikan argumentasinya dalam kebenaran iman Kristiani, dan terbukti pada 1-8 juni 411 di mana uskup-uskup Gereja Katolik Roma dan uskup-uskup Donatis mengadakan konferensi, di sini terlihat kesesatan dari ajaran Donatis dan kebenaran dari iman Kristiani. Bidaah yang kedua adalah Pelagianisme dan bidaah yang ketiga adalah Arianisme. Agustinus menyadari bahwa tidak ada cara lain untuk berdebat dan meyakinkan mereka semua untuk percaya kepada kebenaran iman Kristiani selain dengan memaksimalkan pendayagunaan rasio. Agustinus memaksimalkan rasio sebagai bentuk pengungkapan kebenaran iman kristiani dengan mempertanggungjawabkan secara sistematis dan logis ajaran Kristiani kepada bidaah-bidaah. Di lain pihak, Agustinus tidak selamanya mengutamakan rasio tetapi ia juga menjadikan rasio sebagai pemenuh atau penuntun pada kepercayaan iman Kristiani dan kerapkali inilah yang menjadi acuan darinya sebab ia sendiri adalah seorang hamba Allah dan teolog Kristen yang membelah ajaran Kristen dari bidaah-bidaah, oleh karena itu yang rasio dipergunakan untuk mencapai pemahaman sedangkan iman sebagai penuntun rasio dalam operasi sebuah pemahaman. Dengan kata lain iman memimpin rasio berarti pintu menuju gerbang pemahaman dan rasio memimpin iman artinya iman muncul dari pemahaman yakni terhadap firman Kristus dan cara memahami sesuatu adalah dengan akal budi, jadi dalam urutan realitas atau konteks tertentu rasio dapat terlebih dahulu sebab mengedepankan pemahaman untuk dapat dimengerti dan diterima dalam iman sebagaimana Agustinus dalam perannya melawan bidaah-bidaah. Agustinus tidak pernah takut akan terjadinya kontradiksi antara iman dan rasio, iman dan rasio adalah dua elemen yang saling komplementer atau saling mengisi, ia juga menyatakan bahwa dalam iman ada unsur rasionalita yakni sebuah pemahaman itu sendiri, dengan demikian ada determinasi antara keduanya yakni iman beririsan atau berdampingan dengan ratio. Beririsan berarti rasio memiliki keyakinannya sementara iman memiliki rasionalitasnya, jadi memahami apa yang di percaya dan juga percaya apa yang dipahami (causalitas). Dengan adanya bentuk korelasi iman yang beririsan dengan rasio begitupun sebaliknya maka dengan sendirinya dapat mempertahankan eksistensi atau hakikat iman mapun rasio untuk tidak jatuh dalam jurang yang memisahkan keduanya, serta juga mencegah untuk mencapuradukan keduanya, sebab masing-masing memiliki interdependensi iman dan rasio.
Kesimpulan
Sasaran dalam Pergumulan untuk merumuskan iman dan rasio tidak akan berhenti sampai di sini saja, dalam hal ini Agustinus adalah salah satu tokoh yang mengemukakan dinamika kosmos ini sebagai bentuk pemahaman bagi kita saat ini, maka dari sekian banyak filsuf, teolog dan ilmuan mengemukakan pandangan mereka untuk kita pelajari dan Agustinus adalah salah satu dari tokoh tersebut. Korelasi antara iman dan rasio akan terus berlanjut sebab manusia diperhadapkan dengan situasi konkret, karena pergumulan dalam mengkorelasikan iman dan ratio tak pernah eksis dalam situasi-kondisi yang abstrak dan umum melainkan pada konteks sosial, historis dan intelektual spesifik yang membumi. Upaya untuk merumuskan korelasi anatara iman dan sains sangat dibutuhkan bukan hanya dirasakan secara perlunya saja tetapi mendesak, yakni persoalan-persoalan yang muncul mestinya mendapatkan penanganan yang tepat dan benar. Dan salah satu upaya adalah adanya study multidisipliner. Study multidisipliner ini hendak mengangkat eksistensi diantara keduanya, ia tidak memberi batasan pada perkembangan (sains dan iman) tetapi meletakan dasar untuk selalu selaras dan saling mengisi diantara iman dan rasio.
Demikianlah yang dapat dikutik dari pesan Agustinus dalam korelasi antara iman dan rasio bagi masa kini. Agustinus mengajak kita semua untuk mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hatinya dan dengan segenap jiwanya, dengan segenap akal budinya dan dengan segenap kekuatannya (markus 12:30 ; lukas 10:27). Itu berarti mengasihinya dengan totalitas keberadaan kita melalui kapasitas kemanusiaan kita, termasuk iman dan rasio kita.