Kisah Sukses Anton “Walawunga”

Keluarga Anton Walawunga,yang sukses berawal berjualan ayam.

 

      Oleh Agustinus B. Wuwur, Kepala Biro Pasolapos Sumba Barat

Bapak   Martinus Nono Djaga (disapa Bapak Anton) mempunyai ayah bernama Bapak   Wilfrid L. Djaga, biasa juga disapa Ama Soli.  (Ama dalam Bahasa Sumba : Bapak). Bapak Martinus Nono Djaga (selanjutanya disebut Bapak Anton)  pemilik toko Walawunga  di Waikabubak, Sumba Barat, NTT, menikah dengan   Rosalina Dada Ledi menjelaskan kepada Pasolapos ketika diwawancarai;  Walawunga diambil dari nama nenek moyang suaminya di kampung Bodo Ede. Usaha bapak Anton termotivasi dari ayahnya Ama Soli.  Ama Soli nekad tinggalkan Sumba menuju Surabaya, Jawa Timur. Di sana ia membeli barang di pasar Turi Surabaya : kresek, sarung-sarung lipat dll untuk dijualnya  di pasar-pasar di Sumba.

 

 

Jiwa wirausaha yang dimiliki Ama Soli diwariskan kepada anaknya Bapak Anton. Usaha awal Bapak Anton dengan berjualan ayam di pasar Waikabubak (pasar lama), dari keuntungan ia simpan.  Karena pasar lama digusur, ia  buka usaha  penggilingan padi (2012)  dari modal  jualan ayam dimulai ketika ia berusia  15-16 tahun  (sejak SD Katolik Waikabubak)  ikut bapak  dan  mama  jualan sirih pinang di pasar.

 

Rumah kediaman Anton Walawunga.

Bapak Anton bercerita ditemani istrinya dan anak mereka Anton, bahwa  penggilingan padi  tiga bulan  setelah musim  panen hasilnya   lumayan dengan 2 orang karyawan  waktu itu.Sekarang ada  6 orang karyawan dengan gaji yang memadai sesuai standar. Usaha lain yang mereka lakukan membeli  hasil bumi : ,  kopi, jagung, pinang, dan menjualnya kembali  dengan tekun mereka kembangkan usaha mereka, juga foto kopi.  Istrinya menambahkan di toko Walawunga milik mereka, sambil menunjuk ke etalase dijual   pula pembalut wanita Avail kerjasama dengan ibu Katrina Jama Nuna.

 

 

Cerita bapak Anton selanjutnya bahwa ketika sudah mandiri mereka terlepas dari orang tua dan mengembangkan   usaha sendiri. Kalau kurang modal baru minta pinjam kepada  orang tua .Usaha lain yang dikembangkan ialah  tenda jadi 40 kotak dan 1500 kursi yang disewakan kepada peminjam. Penghasilan kalau ramai rata-rata perbulan 8-10 juta rupiah  bersih. Kadang-kadang ada diskon untuk penyewa. Penulis punya pengalaman sendiri ketika Bapak Uskup Weetebula  Mgr. Edmund Woga, CSsR memberkati gereja Stasi St. Agustinus Lapale tanggal 10 Mei 2023, Bapak Anton dan mama Anton  menyumbangkan tenda jadi serta kursi secara cuma-cuma.Bahkan juga  beras.

 

 

Beralih ke soal lain ,  ketika  ditanya Pasolapos soal urusan adat yang biasanya menguras banyak biaya , Bapak Anton menjelaskan tidak terlalu terlibat, kecuali   urusan adat di kampung atau ada kedukaan.  Mama Anton menambakan “  di luar  kampung kami tidak terlalu terlibat “. Dan Bapak Anton memberi contoh kalau ada rencana potong hewan (kerbau, babi, sapi, atau kuda) untuk kegiatan adat 10 ekor, ia memilih cukup 1 ekor yang dipotong secara nasional, 9 ekornya untuk keperluan lain. Ketika dimintai  tanggapan atas kesuksesan usaha,   apa yang mau diungkapkan.  Bapak Anton menjawab : “ sedikit-atau banyak hasil yang diperoleh  patut disyukuri  anugerah Tuhan yang maha murah itu dan beri pembelajaran kepada anak-anak kembangkan bisnis“. “ Sedangkan sang istri mengungkapkan : “ Berterima kasih kepada Tuhan yang maha baik karena dari berjualan ayam usaha berkembang  maju seperti sekarang ini, dari proses kecil. Pesan mereka  kepada anak-anak  ke depan agar  bisa lanjutkan usaha orang tua, kalau bisa  lebih maju lagi.

Tinggalkan Balasan