Kemiskinan merupakan suatu kondisi ketidakmampuan secara ekonomi untuk memenuhi standar hidup rata-rata masyarakat di suatu daerah. Kondisi ketidakmampuan ini ditandai dengan rendahnya kemampuan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan pokok yang berupa pangan, sandang, maupun papan. Kemiskinan merupakan masalah yang sangat rumit dan memberikan dampak ke berbagai bidang kehidupan manusia terutama pada bidang pendidikan. Kemiskinan ini sangat berdampak pada pendidikan anak. Hal ini dapat dilihat bahwa banyak remaja yang putus sekolah akibat dari kemiskinan karena kurangnya pendapatan yang dihasilkan oleh keluarga. Selain itu juga kemampuan pendapatan berdampak pada kurangnya kemampuan untuk memenuhi standar hidup rata-rata seperti standar kesehatan masyarakat. Menurut Suryawati (2004:122), kemiskinan diartikan sebagai kondisi ketidakmampuan pendapatan dalam mencukupi kebutuhan pokok sehingga kurang mampu untuk menjamin kelangsungan hidup.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat (UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003). Pendidikan sangatlah penting dan bermanfaat bagi setiap orang untuk memperoleh pengetahuan maupun keterampilan. Selain itu dengan mengenyam sebuah pendidikan akan lebih mempermudah seseorang untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Menurut Becker (1964, dikutip dalam Nur Faritz dan Soejoto, 2020) dalam bukunya yang berjudul “Human Capital” menjelaskan bahwa pendidikan memiliki peranan yang penting dalam pengentasan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi. Becker mengemukakan bahwa seseorang yang mengenyam pendidikan yang tinggi (lama sekolah) akan mendapatkan upah yang lebih layak dan dapat menghindarkannya dari kemiskinan. Dalam artian bahwa pendidikan dan kemiskinan memiliki hubungan yang sangat erat. Namun pada realitanya tidak semua anak mendapatkan kesempatan untuk merasakan indahnya dunia pendidikan. Ada juga sebagian anak yang sempat merasakan indahnya dunia pendidikan tetapi harus terpaksa berhenti ditengah perjalanan mereka mengenyam pendidikan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang terjadi yakni faktor ekonomi yang kurang mendukung, tidak adanya dorongan atau dukungan dari keluarga (orang tua), kurangnya perhatian dari orang tua, faktor lingkungan sekitar dengan teman sebaya yang tidak memiliki niat untuk bersekolah, tidak adanya minat atau gairah anak untuk bersekolah, dan juga anak merasa bahwa lingkungan sekolah bukanlah suatu hal yang menarik.
Faktor ekonomi yang kurang mendukung menjadi salah satu faktor utama yang sangat menghambat seorang anak yang sedang bersekolah misalnya seperti membayar biaya pendidikan, membeli pakaian sekolah, alat tulis, dan juga kebutuhan-kebutuhan lainnya. Sekalipun anak tersebut memiliki kemauan atau berkeinginan untuk bersekolah sampai pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Faktor dorongan dan dukungan dari orang tua sangat dibutuhkan oleh anak, meskipun sebuah keluarga berada dalam kondisi ekonomi yang kurang mendukung tetapi apabila keluarga selalu memberikan support untuk anaknya yang sedang bersekolah maka apa pun yang menjadi harapan dari keluarga pasti akan tercapai. Begitu pun sebaliknya keluarga yang memiliki ekonomi yang cukup maksimal akan tetapi tidak memberikan dukungan dan dorongan kepada anak-anaknya maka itu semua percuma karena dunia sekarang ini yang paling penting dibutuhkan adalah pengetahuan dan kerampilan bukanlah uang. Selain orang tua memberikan dukungan dan dorongan kepada anak-anak, anak juga tentu sangat membutuhkan perhatian dari orang tua, perhatian yang dimaksudkan bukan semata-mata memenuhi apa keinginan anak tetapi perhatian dalam hal ini sebagai orang tua harus memberikan kasih sayang yang merata kepada semua anak-anak tanpa harus mencelah antara satu dengan yang lain. Faktor lingkungan sekitar dengan teman sebaya juga sangat mempengaruhi perkembangan anak, hal ini diketahui bahwa faktanya banyak anak-anak yang tidak memiliki niat atau kemauan untuk bersekolah akibat dari pergaulan bebas yang sering terjadi seperti mabuk-mabukan, merokok dan berjudi. Sehingga mereka lebih senang menghabiskan waktu bermain bersama-sama dengan teman-teman dibandingkan untuk bersekolah dan juga sebagian merasa dan berprinsip bahwa sekolah sangat tidak menarik karena hanya berfokus pada proses belajar dan tidak ada hal yang menarik untuk dilakukan.
Remaja putus sekolah menurut Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa angka putus sekolah di Indonesia meningkat pada tahun 2022. Kondisi tersebut terjadi di seluruh jenjang pendidikan, baik Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA). Adapun angka putus sekolah di jenjang SMA mencapai 1,38%, angka putus sekolah di jenjang SMP tercatat sebesar 1,06% dan angka putus sekolah di jenjang SD sebesar 0,13%. Dari laporan Badan Pusat Statistik (BPS) ini, di ketahui bahwa angka putus sekolah khususnya di Indonesia semakin meningkat. Maka, dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan di Indonesia masih sangat rendah sehingga berdampak juga pada tingkat kemiskinan yang semakin bertambah atau meningkat. Pendidikan yang rendah ini disebabkan karena kurangnya kesadaran orang tua dan anak sendiri akan pentingnya sebuah pendidikan. Pendidikan selain untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan juga berguna untuk mengurangi tingkat kemiskinan. Dengan demikian pendidikan dapat dikatakan sebagai salah satu tolak ukur untuk memberantas kemiskinan yang melanda di dunia sekarang ini.
Berdasarkan permasalahan yang terjadi diatas, terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kemiskinan yakni:
Pertama, pemerintah harus memperhatikan dan memberikan bantuan kepada anak-anak yang ekonominya kurang mampu agar dibantu biaya pendidikannya dengan melalui beasiswa.
Kedua, membangun sekolah-sekolah gratis. Dengan adanya sekolah yang gratis sangat membantu para keluarga yang kurang mampu untuk menyekolahkan anak-anaknya.
Ketiga, membuka pelatihan-pelatihan keterampilan yang gratis guna untuk melatih keterampilan anak-anak yang tidak bersekolah maupun yang putus sekolah agar mereka dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman baru untuk dijadikan bekal pada saat bekerja di masa yang akan datang.
Keempat, membangun pendidikan yang bersifat formal dan non formal. Pendidikan yang bersifat formal perdidikan yang hanya berlangsung di sekolah yang berarti anak-anak hanya memperoleh pengetahuan dan keterampilan di sekolah, sedangkan pendidikan yang bersifat non formal adalah pendidikan yang berlangsung di luar sekolah seperti pelatihan, webinar, seminar, workshop dan lain-lain. Tujuan utama dari pendidikan non formal yakni untuk membantu peserta didik, agar mereka dapat mengelolah dan mengembangkan setiap potensi-potensi yang sudah dimiliki dan juga dapat membantu mereka untuk lebih mendapatkan banyak pengalaman dan keterampilan.