TAMBOLAKA,PASOLAPOS.COM – Heboh di Media Sosial Terkait Dengan Intruksi Gubernur NTT Bahwa Jam Masuk Sekolah Pukul 5. 00, Pemerintah Provinsi NTT akan menetapkan aturan bagi siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Ada beberapa aspek pertimbangan sehingga jam masuk sekolah dimajukan oleh gubernur NTT, namun yang paling utama bahwa mengacu pada tingkat kedisiplinan siswa.
Kebijakan ini mendapatkan tanggapan dari berbagai masyarakat, salah satunya pemuda, ” Apa yang menjadi landasan filosofis mahasiswa masuk di waktu subuh ? Sudahkah kebijakan ini melalui proses perumusan yang deliberatif dan science based ? Tidak masuk akal meminta siswa masuki waktu subuh hanya karena alasan kedisiplinan”, jelas Edu.
Dirinya menyebutkan bahwa semestinya social engineering terkait kedisiplinan siswa dilakukan dengan cara yang tidak memberatkan siswa dan keluarga. “Sudahkah perumus kebijakan tahu sibuknya orang tua mempersiapkan anak sebelum berangkat sekolah ? Lelahnya guru yang juga harus datang pada saat yang sama dengan usia yang tua apakah diperhitungkan ? Pendisiplinan peserta didik sejatinya bukan soal jam belajar, lebih dari itu, social engineering pendisiplinan harus diikuti dengan pembenahan ekosistem pendidikan di daerah secara komprehensif”, jelas Edu.
Jika bersekolah di waktu subuh jika tidak diimbangi dengan kesiapan akan menimbulkan bahaya. “Ada potensi kecelakaan lalu lintas jika peserta didik maupun guru masih mengantuk. Selain itu, secara aspek kesehatan, siswa butuh kualitas tidur yang mumpuni. “Disaat negara maju memundurkan jam sekolah, ironisnya kita malah memajukan tanpa mempertimbangkan resiko kebijakan”, kata Edu.
Dilansir dari Radarblambangan.com kebijakan pendisiplinan harus memperhatikan latar belakang sosiologis peserta didik. “Di perkampungan, ada siswa yang membantu orang tuanya yang bertani, berdagang, maupun melaut. Apa yang akan terjadi jika siswa dipaksa masuk subuh ? ada potensi pendapatan keluarga yang mungkin terganggu karena harus melakukan penyesuaian”, kata Edu.
Pemuda yang mengutamakan pembanguna daerah Edu menyarankan Pemerintah agar berfokus pada hal yang sifatnya esensial untuk membangun ekosistem pendidikan yang berdaya saing. “Daripada berpolemik ihwal jam start belajar, pastikan dulu kualitas dan keteladanan pengajar, lalu sarana pendukung seperti ruang kelas, fasilitas digital, buku bacaan, hingga akses transportasi yang memadai untuk memudahkan peserta didik. Ini yang sejatinya menjadi kebutuhan primer peserta didik. Jangan sampai niat kita mendisiplinkan tapi muncul eksternalitas negatif yang merugikan peserta didik, sebab pendidikan berkualitas adalah amanat konstitusi dan itu tidak bisa ditawar atau di substitusi dengan pendekatan yang tidak esensial”, pungkas Ketua Departemen Riset dan Kebijakan Publik PP Pemuda Katolik, Eduardo Edwin Ramda.