Opini  

INGIN HIDUP BAHAGIA? JANGAN NIKAH MUDAH!

Oleh: Fransiskus Saferius Lede

(Mahasiswa Unika Weetebula, program studi Pendidikan Keagamaan Katolik)

Berbicara tentang pernikahan tentu ini bukan sesuatu yang asing lagi bagi setiap orang yang mendengarnya, baik melalui media Massa atau dikalangan masyarakat sekitar. Pernikahan menjadi suatu yang diimpikan setiap orang karena pernikahan adalah moment yang sangat berarti dan merupakan moment berharga. Bimo Walgito mengatakan bahwa bagi perempuan usia pernikahannya dimulai dari 23-24 Tahun sementara untuk laki-laki minimal 26-27 Tahun. Dengan rentang usia tersebut seseorang menikah baik istri ataupun suami dituntut untuk mampu bertanggung jawab dalam membentuk suatu keluarga yang harmonis. Setiap orang yang membentuk suatu hubungan pernikahan tentu mempunyai tujuan yaitu, mencapai suatu kebahagiaan, dan saling membahagiakan satu sama lain. Hubungan ini tidak hanya berdampak pada kehidupan sebelum pernikahan, sebab pernikahan adalah suatu tindakan yang bersifat monogami atau seumur hidup dan bukan bersifat sementara.

 

 

Sebagai individu yang bisa disebut dewasa tentu juga mempunyai peran dan tanggung jawab yang sangat besar, sebab dalam membangun kehidupan keluarga sangat dibutuhkan kematangan mental atau kedewasaan pasangan agar perkawinan tetap terjaga. Dalam gereja katolik perkawinan juga dipandang sebagai ikatan yang dianggap suci dan tidak dapat di pisahkan kecuali oleh kematian. Selain itu gereja katolik mengajarkan bahwa perkawinan adalah gambaran dari hubungan Kristus dengan Gerejanya, pasangan yang menikah dipanggil untuk saling mencintai, menghormati dan saling melayani seperti Kristus mencintai Gereja.

 

 

Namun sayangnya, sekarang ini banyak anak muda yang memilih untuk nikah muda dan membangun kehidupan berkeluarga tanpa mempertimbangkan hal-hal yang akan terjadi setelah pernikahan, sehingga tidak heran jika penikahan menyebabkab banyak konflik dalam yang terjadi antara pasangan muda yang baru menikah. Banyak orang menikah diusia muda padahal mereka belum mengerti tentang seks dan secara psiksispun mereka belum matang sehingga pada akhirnya mereka menjadi orang-orang yang mengalami masalah dalam hidup berkeluarga. Tidak jarang juga banyak anak yang menikah diusia muda yang mendapatkan perlakuan yang tidak wajar dari anggota keluarga, (mertua) karena dianggap tidak mampu bertanggujawab dalam mengurus rumah tangga. Menikah muda mempunyai banyak potensi yang dapat menimbulkan permasalahan tersendiri dalam kehidupan keluarga setelah menikah, seperti perselingkuhan dan perceraian. Beberapa kesempat juga ditemukan anak muda yang menikah  mengalami kekerasan fisik dan mental karena tidak mampu mengurus rumah tangga, mengurus anak, dan tidak mampu mencari nafkah untuk keluarga. Selain itu juga banyak kasus yang terjadi karena nikah muda seperti kasus perselingkuhan, butuh diri, dan kasus pembunuhan. Kasus-kasus ini sering terjadi dikarenakan  perhikahan yang terjadi antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang masih dibawah umur dan belum memiliki kematangan emosi, ekonomi dan pemahaman mereka akan tujuan pernikahan pun masih sangat minim.

 

 

 

Adapun faktor-faktor penyebab terjadinya nikah muda yaitu pertema rendahnya tingkat pendidik. Rendahnya tingkat pendidikan menjadi salah satu faktor sangat mempengaruhi seseorang dalam mengambil sebuah keputusan. Banyak kasus nikah muda yang terjadi  karena orang tidak memahami dan mengerti tentang hakekat dan tujuan pernikahan. Mereka hanya tau bahwa menikah itu tentang hal-hal yang menyenangkan dan akan memperoleh kebahagiaan. Orang tidak lagi berfikir akan nasip mereka setelah menikah yang mereka pikirkan hanyalah menikah dan mempunyai anak. Kedua pergaulan bebas. Pergaulan bebas merupakan faktor yang sangat berpotensi terjadinya penikahan dini atau nikah muda, pasalnya sekarang ini banyak anak muda yang terjerumus dalam pergaulan bebas dan mereka melakukan tindakan-tindakan yang tidak benar dan akhirnya mereka hamil dan terpaksa harus nikah muda agar tidak menjadi aib dalam keluarga. Ketiga kondisi ekonomi. Kondisi ekonomi juga sering kali menjadi faktor terjadinya pernikahan dini atau nikah muda dimana orang tua memaksa anak untuk menikah muda karena ada utang pada pihak pria. Kesenjangan ekonomi keluarga dalam menafkahi anak, dapat menjadai alasan mengapa orang tua harus memaksa anak mereka untuk menikah muda. Dan baru-baru ini salah satu kasus mengmparkan  dunia maya yaitu peristiwa kawin tangkap atau kawin paksa yang terjadi di Wejewa Barat, Kabupaten Sumba Barat Daya dimana seorang wanita muda dipaksa untuk menikah dengan seorang pria yang tidak dicintainya dan kabarnya peristiwa itu terjadi karena pihak keluarga wanita tidak mampu membayar utang kepada pihak laki-laki sehingga harus mengorbankan anaknya untuk menikah dengan pria yang tidak dikenalnya untuk menutupi hutang tersebut. Keempat perkembangan arus teknologi. Perkembangan arus teknologi seperti alat komunikasi, televisi dapat mempengaruhi anak mengekspos fitur-fitur yang akan menganggu perekmbangan mereka dan berpotensi terjadinya pernikahan dini.

 

 

 

Berdasarkan masalah di atas, maka saya menawarkan beberapa solusi pertama menempuh pendidikan sekurang-kurang sampai pada tingkat pendidikan SMA. Dengan pendidikan formal memberikan peluang bagi anak-anak perempuan dan laki-laki untuk berfikir kritis tentang segala tindakan yang akan mereka lakukan sebelum mereka memilih untuk menikah muda. Kedua soialisasi tentang pendidikan seks. Pentingnya sosialisasi tentang pendidikan seks untuk memberikan pemahaman yang lebih baik kepada anak muda tentang kesehatan reproduksi dan dampaknya pada pernikahan dini. Ketiga apa bila sudah terlanjut melakukan tindakan yang salah seperti hamil di luar nikah dan harus untuk menikah muda maka orang tua dan pihak gereja harus melakukan pendekatan seperti memotivasi dan mendoroang pasangan yang menikah muda untuk mendapatkan pendidikan dan persiapan yang memadai sebelum melangsungkan pernikahan, pasangan tersebut harus dibimbingan dan beri baik dari orang tua, kerabat, dan pemimpin gereja yang dapat membantu mereka dalam memahami dan mengerti apa itu perkawinan. Keempat orang tua diberi pemaham akan pentingnya pendidikan bagi anak sehingga orang tidak lagi memaksa anaknya untuk menikah muda agar dapat menutupi hutang.

 

 

Dengan demikian pernikahan yang bahagia adalah pernikahan yang terjadi antara dua orang yang saling mencintai dan mampu menerima kekurangan satu sama lain namun pernikahan yang bahagia hendaknya dibekali dengan  kematangan secara ekonomi dan kematangan secara emosi  sehingga dapat meminimalisir terjadinya masalah-masalah yang akan dihadapi setelah pernikahan.

 

 

Tinggalkan Balasan