Opini  

GURU DALAM ZAMAN YANG BERUBAH.

“ Seorang guru Suni mengajar murid-muridnya dengan arif dan bijaksana. Kata-kata bertuah, nasihat-nasihat bermakna dan penting untuk membangun hidup yang lebih bermakna ia sampaikan. Murid-muridnya senang dan bangga dengan guru mereka namun lama kelamaan mereka jadi bosan karena sang guru bicara hal yang sama dan itu-itu saja. Akhirnya para murid memprotes sang guru. “ Kami bosan mendengar pengajaranmu: habiskan idemu, apakah tidak ada inspirasi baru sehingga bicara hal yang sama saja “. Sang guru tenang-tenang saja dan dengan senyum ia menjawab : ide dan inspirasi tidak pernah habis apalagi mengering. Setiap tarikan nafasku selalu membawa inspirasi baru. “ Kalau demikian mengapa tidak mengajarkan pada kami “ protes mereka berlanjut. Saya mengajar hal yang sama karena sampai kini kamu belum faham dan mempraktekkannya apa yang telah saya ajarkan. Saya sendiri pun demikian ! Saya mengajar tidak hanya untuk kamu dan orang lain saja tapi untuk diriku sendiri juga “.

Berbicara tentang guru, ada berbagai hal ikhwal dan pengalaman menarik terjadi di seantero jagat raya ini. Misalnya pada zaman kaisar Hirohito masih hidup. Ketika Jepang ( Nagasaki dan Hirosima ) dihantam bom atom oleh Amerika Serikat pada tahun 1945, pertanyaan pertama dari Kaisar Hirohito ialah : “ Ada berapa guru yang masih hidup ? “ Dengan pertanyaan ini Hirohito merasa yakin bahwa biarpun Jepang telah hancur tapi Jepang bisa dibangun kembali berkat kemampuan dan kualitas para gurunya.

Lalu bagaimana dengan guru di Inonesia ? Berbicara tentang hal ikhwal guru di Indonesia kita mesti merunut pada latar belakang sejarahnya. Bahwa sepanjang sejarah bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, peran guru sangat besar dan menentukan perjalanan sejarah. Guru merupakan salah satu komponen bangsa, dengan posisinya yang strategis dalam menentukan keberhasilan pendidikan yang meletakkan fondasi / dasar serta berperan aktif mempersiapkan pengembangan kemampuan/potensi peserta didik untuk masa depan bangsa.

Sejak bangsa Inonesia dibelenggu kaum penjajah : Belanda, Inggris, dan Jepang, guru selalu setia berjuang menanamkan semangat nasionalisme kepada peserta didik. Pada awal kebangkitan nasional para guru aktif dalam organisasi pembela tanah air dan Pembina jiwa serta semangat pemuda-pemudi dan pelajar.

Dan, pada tahun 1945, seratus hari setelah Proklamasi Kemerdekaan, tepatnya pada tanggal 25 November 1945, dalam Kongres Guru I, puluhan organisasi guru berscpakat melebur dan membentuk satu-satunya wadah perjuangan guru, organisasi profesi guru yang bernama Perasatuan Guru Republik Indonesia ( PGRI ). Sejarah perkembangan PGRI sama tuanya dengan sejarah perjuangan guru di Indonesia. Sejak kelahirannya, PGRI adalah organisasi profesi guru yang berjuang untuk menjaga tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dan turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa ( sebagai jati diri organisasi profesi ): dan meningkatkan harkat, martabat, dan kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan ( sebagai jati diri organisasi ketenagakerjaan ). Sejak kelahirannya PGRI sebagai organisasi profesi guru telah memperoleh pengakuan dari guru, dosen, tenaga kependidikan, masyarakat luas, dan juga pemerintah. Dengan demikian guru harus memiliki spiritualitas yang khas, beda dengan profesi lainnya.

 

Penulis: Agustinus B. Wuwur, S.Ag

Tinggalkan Balasan