Opini  

Cium Hidung Sebagai Simbol Perdamaian

Oleh: Anggelina Ina Kii

Pendidikan Program Studi Keagamaan Katolik

Fakultas Pendidikan dan Keagamaan Katolik

Universitas Katolik Weetebula

 

 

TAMBOLAKA – Pasolapos.com || Cium hidung menjadi salah satu praktek tradisi di pulau Sumba, yang diwariskan secara turun-temurun . Cium hidung merupakan salah satu cara orang Sumba untuk mengekspresikan rasa kasih sayang, rasa hormat atau penghormatan yang mendalam. Dalam budaya Sumba praktik cium hidung dianggap sebagai simbol keberanian, kejujuran dan ketulusan seseorang. Melalui praktek itu, seseorang menyampaikan pesan bahwa mereka mengakui dan menghormati kualitas-kualitas tersebut pada orang yang mereka cium hidungnya. Praktik cium hidung memiliki implikasi sosial dan spiritual yang kuat dalam masyarakat Sumba, dengan tujuan yang sangat khas bahwa untuk memenuhi kebutuhan hidup secara psikis maupun fisik yaitu untuk mendapatkan rasa aman, nyaman bahkan terhindar dari seluruh bahaya yang mengancam.

 

Cium hidung menjadi tradisi adat serta kebiasaan bagi orang-orang atau masyarakat di Sumba, di mana cium hidung dilakukan dengan cara saling menekan atau saling bersentuhan antara hidung orang yang satu dengan hidung orang yang lainnya. Cium hidung dapat dilakukan dalam prosesi adat, seperti dalam proses tradisi perkawinan, pesta-pesta, hari raya besar keagamaan, kedukaan, menerima tamu, dan juga pada saat orang berdamai atau dalam perdamaian. Tradisi cium hidung, tidak dilakukan di berbagi tempat dan waktu, hanya dapat dilakukan pada tempat dan waktu tertentu saja. Tradisi ini merupakan lambang persaudaraan sejatih atau simbol kekeluargaan, dan juga melambangkan perdamaian. Selain itu juga, cium hidung dianggap sebagai tanda penghormatan, tanda persahabatan, atau tanda kesetiaan antara kelompok maupun individu. Tradisi ini merupakan salah satu elemen budaya di Sumba yang dijunjung tinggi dan diwariskan dari generasi ke generasi. Ada banyak orang Sumba mendefenisikan makna atau arti dari cium hidung di Sumba. Salah satu orang Sumba yang mendefenisikan yaitu Ngongo Bili, yaitu seorang yang berasal dari Kabupaten Sumba Barat Daya, dari kampung Puu Kapaka, Kalaki Kambe. Beliau mengatakan bahwa cium hidung bagi orang Sumba merupakan simbol kekeluargaan dan persahabatan yang sangat dekat. Selain dari itu, cium hidung juga adalah sebuah simbol perdamaian.

 

 

Dalam konteks perdamaian, cium hidung dilakukan oleh orang yang berkonflik untuk menunjukkan bahwa mereka sudah berdamai dan masalah itu sudah selesai. Dengan cara mencium hidung, orang yang sedang bermasalah atau berkonflik menyatakan bahwa masalah mereka sudah selesai, kembali menjadi saudara atau keluarga, sahabat atau teman, dan juga menunjukkan rasa saling mencintai serta saling memaafkan. Melakukan cium hidung saat berdamai, menunjukkan bahwasan hati seseorang sangat tulus untuk memaafkan orang lain dan benar-benar berdamai. Tradisi cium hidung juga merupakan sebuah cara untuk mewakili kata-kata permohonan maaf dan kata-kata memaafkan. Tidak sampai di situ saja, tradisi ini sudah menjadi sarana untuk mengungkapkan rasa saling percaya, rasa saling kasih sayang serta tradisi ini diyakini dapat membantu memperkuat ikatan sosial dan membangun kepercayaan dalam komunitas.

 

 

Cium hidung tidak sangat asing bagi orang Sumba, masyarakat Sumba akan melakukan pada tempat dan waktu yang sesuai atau pada acara-acara tertentu. Dari berbagai acara, cium hidung mempunyai tujuan dan makna masing-masing, bahwa dalam setiap kali mencium di konteks acara yang berbeda maka arti atau maknanya berbeda-beda. Mencium hidung di pesta pernikahan atau dalam proses perkawinan, acara syukuran dan menerima tamu yang datang mempunyai arti tersendiri, bahwa dalam acara ini cium hidung diartikan sebagai simbol rasa syukur dan berterima kasih serta yang paling utama yaitu sebagai lambang cinta dimana menyatakan rasah kasih sayang atau cinta kepada orang yang di cium hidungnya. Sedangkan dalam acara adat istiadat mempunyai arti yang berbeda namun tidak lain juga dari arti cium hidung dalam acara pernikahan atau syukuran, bahwa dalam cium hidung dalam acara adat istiadat diartikan sebagai lambang atau simbol cinta dan syukur bahwa bertemu dengan leluhur, menunjukkan bahwa dengan cium hidung orang merasakan hadirnya leluhur dalam acara tersebut. Dalam kedukaan cium hidung melambangkan seorang menunjukkan duka cita bersama keluarga. Selain dari itu, cium hidung dalam konteks perdamaian mempunyai arti tersendiri, dimana orang yang berdamai harus saling berciuman hidung yang menunjukkan bukti bahwa mereka benar-benar menyelesaikan masalah, benar-benar berdamai dan saling memaafkan.

 

 

Ada berbagai macam konflik yang terjadi di Sumba, baik konflik secara individu maupun konflik secara kelompok. Pada umumnya dapat diselesaikan dengan cara saling menempelkan hidung atau cium hidung. Sebelum mencium hidung, biasanya orang-orang yang berkonflik juga didamaikan oleh hadirnya orang ketiga di antara kedua individu atau kedua kelompok yang berkonflik. Orang ketiga itu menjadi saksi perdamaian dan sekaligus sebagai konselor yang memberi nasihat berupa motivasi terhadap mereka yang berkonflik. Selain adanya orang ketiga yang mendamaikan, individu yang berkonflik juga bisa langsung berdamai.

Biasanya salah satu cara agar konflik yang terjadi dapat diatasi, ada salah satu pihak yang mengalah atau kedua belah pihak sama-sama mengalah dan mereka saling berdamai. Perdamaian itu selalu di tandai dengan cium hidung. Ada juga beberapa jenis konflik yang terjadi di Sumba yang tidak hanya diselesaikan dengan cium saja, namun ada berbagai cara atau strategi yang digunakan orang untuk dapat berdamai. Tetapi disetiap perselisian atau masalah, baik konflik yang besar maupun konflik yang kecil sudah pasti orang yang berkonflik harus saling cium hidung untuk menyatakan bahwa mereka saling memaafkan, benar-benar berdamai dan masalah mereka sudah kelar. Cium hidung dalam perdamaian tidak sekedar mencium saja untuk menunjukkan rasa damai atau memaafkan. Namun, cium hidung dalam konteks perdamaian orang-orang harus menyatakan bersama bahwa masalah sudah selesai, dengan cara mengungkapkan kata-kata permohonan maaf antara sesama yang juga di tandai dengan cara menandatangani surat pernyataan sebagai bukti fisik perdamaian jika masalah ini sangat besar. Setelah itu kedua individu atau kedua kelompok yang berkonflik saling menunjukkan rasa kasih sayang atau cinta, menunjukkan rasa perdamaian, menunjukkan rasa maaf atau memaafkan dengan cara cium hidung.

 

 

Ketika orang yang berkonflik telah berdamai dengan cara saling mengungkapkan kata permohonan maaf , namun tidak diiringi dengan cium hidung maka masalah itu dinyatakan belum selesai. Ketika tidak saling cium hidung dalam kondisi berdamai maka di yakini individu yang berkonflik masih memiliki dendam atas masalah tersebut belum dan perdamaian itu tidak sah. Cium hidung sangat penting diparaktekkan dalam perdamaian, jika tidak dipraktekkan maka konflik tersebut tidak dapat memberi bukti dalam perdamaian. Oleh karena itu, setiap kali orang Sumba yang berkonflik melakukan perdamaian haruslah cium hidung untuk menyatakan atau membuktikan secara utuh bahwa masalah mereka sudah selesai.

 

 

Jadi praktek cium hidung di Sumba bukan hanya sekedar dilakukan saja, tetapi mempunyai makna tersirat yang sangat luar biasa bagi orang Sumba, karena merupakan satu tradisi yang penuh makna yang diwariskan nenek moyang dari generasi ke generasi. Oleh sebab itu, cium hidung perlu dilestarikan agar tidak diupakan karena budaya ini memiliki sarat makna. Sebagai orang atau masyarakat Sumba kita harus bangga mempunyai tradisi ini, sederhana namun maknanya luas.

Tinggalkan Balasan